Mengenai Saya

Foto saya
Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
Just Human

Total Tayangan Halaman

Kamis, 03 Maret 2011

Kehendak Bebas Manusia

Tiada unsur kebetulan dalam dunia ini. Setiap peristiwa dalam semesta raya ini, sekecil apapun terjadi atas skenario-Nya. Lalu di mana letak “kehendak bebas” manusia? Manusia memiliki ikhtiar penuh untuk menentukan pilihannya yang kelak menjadi embrio munculnya akibat-akibat yang terkait dengan dirinya, dengan kata lain menentukan nasibnya. Lalu apa makna “kehendak bebas” manusia jika semua peristiwa termasuk nasib berada dalam kerangka skenario-Nya?
Skenario-Nya adalah Hukum Universal yang menjadi bingkai setiap maujud. Inilah kehendak-Nya yang menundukkan segala sesuatu. Seperti pembahsan saya dalam Every Human could be Perfect (1, 2, 3) beberapa waktu yang lalu, bahwa Hukum Universal adalah dinamisasi setiap keberadaan. Segala maujud bersandar atau bergantung kepada hukum ini. Maujud satu memiliki relasi kebergantungan kepada maujud yang lain untuk keberlangsungan eksistensinya. Seperti keberadaan seorang laki-laki dan seorang perempuan, ini bisa disebut sebagai salah satu sebab regenerasi manusia, namun bukan satu-satunya sebab. Bertemunya sperma dan sel telur adalah satu sebab keberadaan janin. Sebab lainnya, misalnya rahim dan ovum yang sehat, sperma yang sehat. Untuk eksistensi sperma, sel telur, rahim yang sehat dan sebagainya dibutuhkan pula nutrisi cukup yang menjadi sebab lain yang tidak bisa ditolak. Dan seterusnya dan seterusnya. Relasi niscaya sebab-akibat inilah hukum universal.
Kemudian, apa signifikansi “kehendak bebas” bagi manusia? Kehendak bebas manusia adalah mewujudkan potensinya menjadi aktual. Kehendak bebas manusia dapat direduksi untuk dianalogikan, seperti reaktor nuklir. Nuklir juga merupakan sebuah potensi, ketika reaktornya mengubahnya menjadi bahan dasar listrik, maka aktusnya adalah “cahaya” bumi; ia akan sangat membantu bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak ranah kehidupan yang “ditolong” olehnya; bidang kedokteran, bidang sosial keasyarakatan, dsb. Singkatnya, dari uranium kemudian menjadi nuklir sangat mungkin untuk mencerdaskan setiap individu dalam masyarakat. Semakin cerdas seseorang, semakin tepat dia mengambil keputusan. Ini adalah berkah kemanusiaan untuk sebuah peradaban manusiawi.
Namun berkah kemanusiaan itu bisa menjadi petaka semesta raya, jika reaktor nuklir mengubah nuklir menjadi senjata pemusnah massal. Seperti bom atom yang pernah diledakkan di Hirosima dan Nagasaki pada tahun 1949. Kendati demikian, manusia masih juga disadarkan oleh hukum universal; ketika ia berusaha menyempal dari hukum universal yang pasti menyebabkan kerusakan dalam skala kecil maupun besar, maka hukum universal memiliki logikanya sendiri untuk memperbaiki semesta raya yang “rusak” akibat kenakalan manusia. Perbaikan ini menjadi sangat menyakitkan bagi umat manusia dan setiap mahluk. Seperti banjir, erosi, badai sunami, gempa bumi dsb, peristiwa ini adalah cara hukum universal memperbaiki alam semesta.
“Kehendak bebas” manusia adalah ikhtiar maksimal dalam bingkai hukum universal dengan mengaktualkan segala potensi yang dimiliki, “mengumpulkan” sebab-sebab yang niscaya menghantarkannya (mengakibatkan dirinya bisa) mencapai kesempurnaan sebagai maujud. Karena manusia tidak bisa menyempal dari hukum ini, seperti setiap benda yang memiliki berat jenis dan berada dalam naungan atmosfer pasti tunduk kepada hukum gravitasi bumi. Ketika manusia berusaha menyempal dari hukum ini, maka upayanya sia-sia.
Bijaknya, bukan berusaha keluar dari jaringan kausalitas (karena mustahil), tapi menjadi manusia yang sempurnanya ketika menyadari bahwa hukum universal adalah sandarannya, bukan penjaranya. Seperti bayi yang aman dan nyaman dalam bingkai tali pusat dan rahim Sang ibu, seperti itu pula hubungan hukum universal dengan semesta raya, harmonis, tidak dikotomis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar