Mengenai Saya

Foto saya
Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
Just Human

Total Tayangan Halaman

Rabu, 12 Oktober 2011

BAHLUL DAN SAUDAGAR

Pada suatu hari, bahlul sedang berdoa dengan khusyu. Seorang saudagar kaya mengamatinya dan tersentuh karena kekhusyuan dan ketulusan bahlul itu. Kepada bahlul itu, ia menawarkan sekantung penuh uang, “Aku tahu kau akan menggunakan uang ini di jalan Tuhan. Ambillah uang ini.”3092009
“Sebentar,” jawab sang Bahlul, “aku tak yakin apakah aku berhak untuk mengambil uangmu. Apakah kau orang kaya? Apakah kau punya uang lebih di rumahmu?” “Oh, iya. Setidaknya aku punya seribu keping emas di rumahku,” saudagar itu mengakui dengan bangga.
“Apa kau ingin punya seribu keping emas lagi?” bahlul bertanya. “Tentu saja. Setiap hari aku bekerja keras untuk mendapatkan lebih banyak lagi uang.”
“Dan setelah itu, apa kau ingin punya lebih banyak lagi ribuan keping emas?”
“Pasti. Setiap hari, aku berdoa agar aku dapat menghasilkan lebih banyak uang untukku.”
Bahlul lalu menyerahkan sekantung keping emas kembali kepada saudagar. “Maaf, aku tak dapat mengambil emasmu,” jawab bahlul , “seorang yang kaya tak berhak untuk mengambil uang dari seorang pengemis.”
“Bagaimana kau ini? Enak saja kau sebut dirimu orang kaya dan kau panggil aku pengemis!” saudagar itumarah-marah.
Sang Bahlul menjawab, “Aku adalah orang kaya karena aku puas dengan apa saja yang Tuhan berikan kepadaku. Sementara kau adalah pengemis, karena tidak peduli berapa banyak yang kau miliki, kau selalu tidak puas, dan selalu meminta lebih kepada Tuhan.”

Minggu, 03 April 2011

Atheisme by Neitsche

Fridrich Neitsche adalah salah satu filsifut besar pada zaman modern ini, pemikirannya berbeda dengan pemikiran filsuf lainnya. Ia dikenal sebagai seorang pemberontak terhadap kemapanan pemikiran dan dogmatime agama, dia merupakan filsuf yang berani mengatakan bahwa “Tuhan telah mati”. Dan juga dia merupakan pemikir yang menyererukan nihilisme, nihil dalam arti bahasa adalah kosong, sedangkan yang dimaksud dengan nihilism adalah mengkosongkan, meniadakan, memusnahkan, menghapus dan meleyapkan exsistensialisme. karena ia menganggap bahwa nihilismelah yang dinilai sebagai sebuah kebajikan utama, menggantikan nilai-nilai moralitas yang menurutnya telah basi atau telah usang.
Filsuf ini adalah seorang yang tak kenal lelah mencari kebenaran. Ia pernah mengatakan “ jika engkau ingin menjadi murid kebenaran, maka carilah” katanya. Ia selalu memprovokasi pembacanya untuk tak berhenti pada satu kebenaran atau satu keyakinan saja. Ia mengajak orang-orang untuk mepertanyakan ulang apa yang tabu, bahkan haram untuk disentuh.
Dari keberaniaan pemikirannya, ia sering disebut sebagai orang gila. Karena dianggap bahwa pemikirannya telah keluar dari pemikiran-pemikiran filsuf atau pemikira sebelum dia. Lebih- lebih ia merupakan filsuf yang paling gencar mengatakan bahwa tuhan telah mati.
Neitsce berpandangan bahwa tuhan adalah sekedar ilusi, tuhan menurutnya adalah sekedar ide manusia, maka dari itu manusia harus keluar dari dogma-dogma agama, karena menurutnya karena tuhan inilah manusia menjadi lemah, kehilangan diri sendiri, jadi manusia haruslah menjadi diri sendiri.
Inilah pemikiran Neitsche yang ditentang banyak orang, karena ia dianggap seorang Atheisme (seorang yang tidak percaya akan adanya tuhan), seorang Atheis yang jujur. Dia dianggap orang gila, karena kegilaannya inilah ia dikenang sebagai filsuf besar, yang menyerukan bahwa tuhan telah mati.
Ini adalah salah satu tulisannya.
"Tuhan sudah mati" ("Gott ist tot"). 
“Tuhan sudah mati. Tuhan tetap mati. Dan kita telah membunuhnya. Bagaimanakah kita, pembunuh dari semua pembunuh, menghibur diri kita sendiri? Yang paling suci dan paling perkasa dari semua yang pernah dimiliki dunia telah berdarah hingga mati di ujung pisau kita sendiri. Siapakah yang akan menyapukan darahnya dari kita? Dengan air apakah kita dapat menyucikan diri kita? Pesta-pesta penebusan apakah, permainan-permainan suci apakah yang perlu kita ciptakan? Bukankah kebesaran dari perbuatan ini terlalu besar bagi kita? Tidakkah seharusnya kita sendiri menjadi tuhan-tuhan semata-mata supaya layak akan hal itu [pembunuhan Tuhan]?” 

Minggu, 27 Maret 2011

Terserah Engkau

Duhai Pemilik Segala sesuatu,
BagiMu kutancapkan kening kebanggaanku pada
rendahnya tanah,
telah kuamankan sedapat mungkin maniku,
kuselamat-selamatkan pula Islamku
kini dengan segala milikMu ini
kuserahkan kepadaMu Ya Allah, maka terimalah.



Duhai Pemilik Segala Nikmat,
Kepala bergengsi yang terhormat ini
dengan kedua
mata yang mampu menangkap
gerak-gerik dunia,
kedua telinga
yang dapat menyadap kersik-kersik
berita,
hidung yang bisa mencium wangi parfum
hingga borok manusia,
mulut yang sanggup menyulap
kebohongan jadi kebenaran
seperti yang lain hanyalah
sepersekian percik tetes anugrahMu.



Duhai Yang Maha Perkasa
Alangkah amat mudahnya Engkau melumatnya,
sekali Engkau lumat,

terbanglah cerdikku,
terbanglah gengsiku
terbanglah kehormatanku,
terbanglah kegagahanku,
terbanglah kebanggaanku,
terbanglah mimpiku,
terbanglah hidupku.

Duhai Pemilik Ruang Gerak dan Waktu,

jika semua terbang, maka terbanglah,
sekarangpun aku pasrah,
asal menuju haribaan rahmatMu.

Hakikat Sujud

Bagaimana kau hendak bersujud pasrah
sedang wajahmu yang bersih sumringah
keningmu yang mulia
dan indah begitu pongah
minta sajadah
agar tak menyentuh tanah.

Apakah kau melihatnya
seperti iblis saat menolak menyembah bapakmu
dengan congkak,
tanah hanya patut diinjak,
tempat kencing dan berak
membuang ludah dan dahak
atau paling jauh hanya jadi lahan
pemanjaan nafsu
serakah dan tamak.

Apakah kau lupa
bahwa tanah adalah bapak
dari mana ibumu dilahirkan,
tanah adalah ibu yang menyusuimu
dan memberi makan
tanah adalah kawan yang memelukmu
dalam kesendirian
dalam perjalanan panjang
menuju keabadian.

Singkirkan saja
sajadah mahalmu
ratakan keningmu,
ratakan heningmu,
tanahkan wajahmu,
pasrahkan jiwamu,
biarlah rahmat agung
Allah membelai
dan terbanglah kekasih

Tentang Kemarin (Masa lalu), Sekarang (Kini), dan Esok (masa depan)

Engkau hari ini adalah murid dari masa lalumu. Jika engkau menghormatinya, dan berlaku setia kepada petunjuknya, maka hari ini-mu akan menjadi masa lalu yang memuliakanmu di masa depan. Maka mengapakah engkau masih berkeras-kepala mengulangi cara-caramu yang terbukti hanya menggelisahkan jiwa baikmu yang marah kepada ketidak-tegasanmu sendiri? Kemarin dan masa lalu adalah ilmu, gunakan segera sekarang, dan lihat apa yang terjadi esok hari

Sabtu, 19 Maret 2011

Jalaluddin Rumi bicara tentang Cinta

Suatu malam kutanya cinta: “Katakan, siapa sesungguhnya dirimu?”

Katanya: “Aku ini kehidupan abadi, aku memperbanyak kehidupan indah itu.”

Kataku: Duhai yang di luar tempat, di manakah rumahmu?”

Katanya: “Aku ini bersama api hati dan di luar mata yang besar. Aku ini tukang cat, karena akulah setiap pipi berubah jadi warna kuning. Akulah utusan yang ringan kaki, sedangkan pecinta adalah kuda kudusku.
Akulah merah padamnya bunga tulip, Akulah manisnya meratap, penyibak segala yang tertabiri…”

Lewat cintalah semua yang tembaga akan jadi emas.

Lewat cintalah semua yang endapan akan jadi anggur murni.

Lewat cintalah semua kesedihan akan jadi obat.

Lewat cintalah si mati akan jadi hidup.

Lewat cintalah raja akan jadi budak.

Kamis, 03 Maret 2011

Kehendak Bebas Manusia

Tiada unsur kebetulan dalam dunia ini. Setiap peristiwa dalam semesta raya ini, sekecil apapun terjadi atas skenario-Nya. Lalu di mana letak “kehendak bebas” manusia? Manusia memiliki ikhtiar penuh untuk menentukan pilihannya yang kelak menjadi embrio munculnya akibat-akibat yang terkait dengan dirinya, dengan kata lain menentukan nasibnya. Lalu apa makna “kehendak bebas” manusia jika semua peristiwa termasuk nasib berada dalam kerangka skenario-Nya?
Skenario-Nya adalah Hukum Universal yang menjadi bingkai setiap maujud. Inilah kehendak-Nya yang menundukkan segala sesuatu. Seperti pembahsan saya dalam Every Human could be Perfect (1, 2, 3) beberapa waktu yang lalu, bahwa Hukum Universal adalah dinamisasi setiap keberadaan. Segala maujud bersandar atau bergantung kepada hukum ini. Maujud satu memiliki relasi kebergantungan kepada maujud yang lain untuk keberlangsungan eksistensinya. Seperti keberadaan seorang laki-laki dan seorang perempuan, ini bisa disebut sebagai salah satu sebab regenerasi manusia, namun bukan satu-satunya sebab. Bertemunya sperma dan sel telur adalah satu sebab keberadaan janin. Sebab lainnya, misalnya rahim dan ovum yang sehat, sperma yang sehat. Untuk eksistensi sperma, sel telur, rahim yang sehat dan sebagainya dibutuhkan pula nutrisi cukup yang menjadi sebab lain yang tidak bisa ditolak. Dan seterusnya dan seterusnya. Relasi niscaya sebab-akibat inilah hukum universal.
Kemudian, apa signifikansi “kehendak bebas” bagi manusia? Kehendak bebas manusia adalah mewujudkan potensinya menjadi aktual. Kehendak bebas manusia dapat direduksi untuk dianalogikan, seperti reaktor nuklir. Nuklir juga merupakan sebuah potensi, ketika reaktornya mengubahnya menjadi bahan dasar listrik, maka aktusnya adalah “cahaya” bumi; ia akan sangat membantu bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak ranah kehidupan yang “ditolong” olehnya; bidang kedokteran, bidang sosial keasyarakatan, dsb. Singkatnya, dari uranium kemudian menjadi nuklir sangat mungkin untuk mencerdaskan setiap individu dalam masyarakat. Semakin cerdas seseorang, semakin tepat dia mengambil keputusan. Ini adalah berkah kemanusiaan untuk sebuah peradaban manusiawi.
Namun berkah kemanusiaan itu bisa menjadi petaka semesta raya, jika reaktor nuklir mengubah nuklir menjadi senjata pemusnah massal. Seperti bom atom yang pernah diledakkan di Hirosima dan Nagasaki pada tahun 1949. Kendati demikian, manusia masih juga disadarkan oleh hukum universal; ketika ia berusaha menyempal dari hukum universal yang pasti menyebabkan kerusakan dalam skala kecil maupun besar, maka hukum universal memiliki logikanya sendiri untuk memperbaiki semesta raya yang “rusak” akibat kenakalan manusia. Perbaikan ini menjadi sangat menyakitkan bagi umat manusia dan setiap mahluk. Seperti banjir, erosi, badai sunami, gempa bumi dsb, peristiwa ini adalah cara hukum universal memperbaiki alam semesta.
“Kehendak bebas” manusia adalah ikhtiar maksimal dalam bingkai hukum universal dengan mengaktualkan segala potensi yang dimiliki, “mengumpulkan” sebab-sebab yang niscaya menghantarkannya (mengakibatkan dirinya bisa) mencapai kesempurnaan sebagai maujud. Karena manusia tidak bisa menyempal dari hukum ini, seperti setiap benda yang memiliki berat jenis dan berada dalam naungan atmosfer pasti tunduk kepada hukum gravitasi bumi. Ketika manusia berusaha menyempal dari hukum ini, maka upayanya sia-sia.
Bijaknya, bukan berusaha keluar dari jaringan kausalitas (karena mustahil), tapi menjadi manusia yang sempurnanya ketika menyadari bahwa hukum universal adalah sandarannya, bukan penjaranya. Seperti bayi yang aman dan nyaman dalam bingkai tali pusat dan rahim Sang ibu, seperti itu pula hubungan hukum universal dengan semesta raya, harmonis, tidak dikotomis.

Kisah Bahlul dan Saudagar


Pada suatu hari, bahlul sedang berdoa dengan khusyu. Seorang saudagar kaya mengamatinya dan tersentuh karena kekhusyuan dan ketulusan bahlul itu. Kepada bahlul itu, ia menawarkan sekantung penuh uang, “Aku tahu kau akan menggunakan uang ini di jalan Tuhan. Ambillah uang ini.”
“Sebentar,” jawab sang Bahlul, “aku tak yakin apakah aku berhak untuk mengambil uangmu. Apakah kau orang kaya? Apakah kau punya uang lebih di rumahmu?” “Oh, iya. Setidaknya aku punya seribu keping emas di rumahku,” saudagar itu mengakui dengan bangga.
“Apa kau ingin punya seribu keping emas lagi?” bahlul bertanya. “Tentu saja. Setiap hari aku bekerja keras untuk mendapatkan lebih banyak lagi uang.”
“Dan setelah itu, apa kau ingin punya lebih banyak lagi ribuan keping emas?”
“Pasti. Setiap hari, aku berdoa agar aku dapat menghasilkan lebih banyak uang untukku.”
Bahlul lalu menyerahkan sekantung keping emas kembali kepada saudagar. “Maaf, aku tak dapat mengambil emasmu,” jawab bahlul , “seorang yang kaya tak berhak untuk mengambil uang dari seorang pengemis.”
“Bagaimana kau ini? Enak saja kau sebut dirimu orang kaya dan kau panggil aku pengemis!” saudagar itumarah-marah.
Sang Bahlul menjawab, “Aku adalah orang kaya karena aku puas dengan apa saja yang Tuhan berikan kepadaku. Sementara kau adalah pengemis, karena tidak peduli berapa banyak yang kau miliki, kau selalu tidak puas, dan selalu meminta lebih kepada Tuhan.”

Masjid Bahlul

Waktu itu, masyarakat di sebuah kampung dimana si Bahlul tinggal membangun sebuah masjid.
Suatu saat, si Bahlul berjalan-jalan dan melihat mereka sibuk membangun masjid tersebut. Melihat kesibukan yang mereka lakukan, si Bahlul bertanya kepada mereka; “Apakah gerangan yang kalian lakukan?”
Mereka menjawab: “Kami sedang membangun masjid”.
Si Bahlul kembali bertanya: “Untuk apa?”
Mereka menjawab: “Untuk mendapat ridho Tuhan”.
Mendengar hal tersebut, lantas si Bahlul pergi meninggalkan tempat itu, beranjak menuju rumahnya.
Diam-diam, di rumahnya, si Bahlul menyiapkan papan (plang) besar yang bertuliskan; “Masjid Bahlul”. Lantas pada malam harinya, si Bahlul dengan sembunyi-sembunyi memasang plang besar tersebut di depan masjid yang telah masyarakat bangun tadi.
Keesokan harinya, setelah melihat plang “Masjid Bahlul” sudah terpampang di depan masjid, para masyarakat yang seharian telah sibuk dan bersusah payah membangun masjid tersebut menjadi geram. Kemudian, mereka berbondong-bondong mencari si Bahlul untuk memberi pelajaran kepadanya. Setelah mereka menjumpai si Bahlul yang sedang asyik ngopi dan ngerokok di warung pojok kampung, segera mereka menyeretnya dan memukulinya ramai-ramai sambil mengatakan; “Kenapa engkau tidak menghargai hasil jerih payah orang lain, lantas dengan seenaknya menaruh namamu di depan masjid itu…!?”
Si Bahlul menjawab dengan tenang: “Bukankah kalian telah menyatakan bahwa kalian bangun masjid itu untuk (keridhoan) Tuhan? Kalaupun masyarakat salah dalam menyangka akan jerih payah kalian akibat terpampangnya plang itu, tetapi bukankah Tuhan tidak akan pernah salah dalam sangkaan-Nya bahwa kalianlah yang punya jerih payah pembangunan masjid itu?”
 

Rabu, 16 Februari 2011

Titik Ba'

"Misalkan air laut  dijadikan tinta, dan daun-daun di seluruh jagat ini di jadikan kertas nya, masih belum cukup untuk menuliskan ilmu Allah, Ki Sanak," ujar Sunan Bonang.

"Tidak sebanyak itu yang saya mau tuntut. Saya cuma perlu satu titik. Di Titik Ba itu, Kanjeng," balas Raden Mas Syahid yang kelak bergelar Sunan Kalijaga.
Dari: Film Sunan Kalijaga (1984)


Konon, menurut riwayat, sebelum diri dan dunia diciptakan, lebih dulu Allah menciptakan kalam (QS.68 : 1-6). Kalam tersebut diperintahkan oleh-Nya untuk mencatat semua khazanah-Nya. Titik nun melambangkan khazanah yang tersembunyi itu (kuntu kanzan makhfiyyan).
 Titik nun lalu diturunkan sehingga ia tidak lagi dilingkupi oleh sebuah wadah. Ketika itu nun berubah menjadi ba, dengan tujuan agar khazanah-Nya dapat dikenal (wa ahbabtu an u'rafu). Setelah itu, Allah menciptakan makhluk (fa khalaqtu al-khalq), sehingga Dia dapat dikenali secara aktual-sebab sudah terdapat pihak lain yang siap sedia secara kodrati mengenalnya. Ketiga proses di atas dirangkum dalam hadis qudsi sebagai berikut, "Kuntu Kanzan makhfiyyan wa ahbabtu an u'rafu fa khalaqtu al-khalq li ya'rifuni" (Aku ialah khazanah yang tersembunyi, dan Aku ingin dikenal, maka Kuciptakan makhluk untuk mengenal-Ku).

Semua itu, menandakan bahwa Allah berkenan bahkan senang apabila tindakan, nama-nama, dan sifat-sifat-Nya dikenal dan dikenang oleh manusia. Jadi, titik ba pada pangkal basmalah merupakan pintu gerbang dan sekaligus gudang yang menyimpan segala khazanah-Nya.


Ba dan Titik Ba Menampung dan Merangkum Segala Firman-Nya

Dalam ilmu tafsir disebutkan bahwa Al-Quran mengandung lima tema, yaitu: (1) tauhid, (2) janji dan ancaman, (3) ibadah, (4) jalan menuju kebahagiaan, dan (5) kisah-kisah umat terdahulu. Kelima tema itu diringkas dalam surah yang pertama: Al-Fatihah. Maka, para ahli tafsir mengatakan Al-Fatihah adalah ringkasan Al-Quran yang terdiri dari 30 juz, 114 surat, 6.236 ayat. Atau disebut al-wafiyah yang berarti "yang mencakup".


Selanjutnya, sebagian ahli tafsir menjelaskan tema-tema Surah Al-Fatihah diringkas lagi ke dalam ayat yang pertama: basmalah. Dan, basmalah diringkas kedalam huruf yang pertama: ba. Sejalan dengan itu, huruf ba mempunyai kepanjangan (Kepanjangan dari huruf ba ini silahkan melihat sendiri dari bukunya halaman 418), yang artinya, "dengan Aku ada apa saja yang telah ada, dan dengan Aku sedang/akan ada apa saja yang sedang/akan ada, maka keberadaan semua alam ada dengan-Ku." (Mungkin karena merasa kurang tuntas, sebagian ahli tafsir meneruskan lagi bahwa huruf ba pangkal basmalah itu dapat diringkas ke dalam titik di bawah huruf ba atau "titik ba").


Selain merupakan pangkal dari pangkal Al-Quran, huruf ba adalah huruf yang paling awal diucapkan oleh manusia keturunan Adam. Ketika manusia diperintahkan bersaksi oleh Allah, "Bukankah Aku adalah Tuhan kalian ?" Maka mereka menjawab serempak, "Bala" (Ya kami bersaksi) (QS.7: 171).

Rahasia Titik Ba' Part II


Para Pencari Allah mengatakan bahwa barangsiapa yang ingin berjumpa dengan Allah maka hendaknya ia mencariNya di Titik’Ba’. Konon salah satu ilmu yang sangat tinggi ada pada Titik Ba’ tersebut dan menurut keterangan dari orang -orang khawas salah satu anugrah Allah yang diberikan kepada Waliullah seperti Sunan Kali Jaga adalah Anugerah kedalaman Ilmu yang dicurahkan oleh Allah dalam kandungan Ilmu Titik Ba’ kepadanya..

Dengan ilmu titik Ba’ yang diberikan oleh Allah sehingga atas izin Allah beliau sanggup menerawang ke alam Malakut dan sanggup melakukan hal-hal yang luar biasa diluar kemampuan manusia umumnya, itulah suatu Mu’jizat suatu Qaramah yang dianugerahkan oleh Allah kepadanya.

Ada apa dengan Titik Ba’ itu ? bagaimana sehingga seorang hamba yang mampu menyelam kesamudera ilmu Allah akan mendapatkan anugerah dan pencerahan ruhani yang maha dahsyat ? lalu apakah hanya dengan menyelam ke dalam titik Ba’ kemahadahsyatan itu akan tersingkap ? tidak adakah titik yang lain selain titik Ba’ ? sebagaimana Allah bisa disifati dan mensifati dari berbagai macam sudut cakrawala alam ?

Seorang Salik yang haus dengan Ilmu tentang Allah belumlah sempurna keilmuannya tentang Allah sebelum menyelam dalam berbagai misteri tentang Sifat, Asma, Af’al dan DzatNya Allah Ta’ala. Keempat terminal perjalanan ruhani ini adalah pintu pintu yang lain yang harus dilalui seorang Hamba sebelum mencapai terminal akhir tentang Allah. Terminal ini adalah pintu menuju Alam Malakut yang didalamnya seorang Hamba akan tercerahkan dengan Nur Ilahiyah, dimana sang hamba hanya bisa memandang alam ‘Ketiadaan ‘ alam ‘Kesunyian’ yang tiada bunyi, tiada gerak, dan yang ada hanya ‘Dia’ yang penuh Misteri.

Ketika seorang Hamba Allah, telah sampai dalam perjalanan dengan Maqam Ba’ (Bashar ) kepada Allah apakah telah sampai pula dan selesai perjalanannya menuju Allah ?

Ternyata belum…! Perjalanan itu masih panjang dan masih sangat jauh tak terhingga oleh ruang dan waktu, Sehingga perjalanan itu akan terlampaui oleh hanya dengan Bashar kepada Allah.

Memang, seorang Hamba bisa mencapai kepuasan spiritual ketika telah mencapai maqam ‘Ba’ shar’ dengan memandang kepada Dia. Tetapi perlu diketahui bahwa sesungguhnya seorang Hamba selain perlu mencapai maqam Ba’shar kepada Dia masih perlu menempuh maqam lain yaitu Ni’matullah kepada Dia. Jika seorang hamba telah mencapai kedudukan Ba’shar kepada Dia maka perlu baginya menyatu dengan ‘Kenikmatan’ bersamaNya. Dengan demikian Titik Ba’ yang masih berada dibawah anugerah dan wadah alam malakut perlu diangkat ke atas sehingga Titik itu menjelmakan dirinya menjadi Titik Nun.

Ya….! Titik Nun….! Bagaimana caranya….. ? Biarkanlah dirimu dalam genggaman ‘Af’al Nya Allah, pada saatnya engkau akan diangkat dari wadah alam malakut ke atas Lama Nur Ni’matullah bersamNya.

Seorang Arif pernah berdo’a :

Ya Allah ….Engkau yang telah meperjalankan hamba kepadaMu, .. dengan membuka pintu-pintu kemudahan bagiku, membukakan sebutir pintu hkmah rahasia tentang diriMu. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui akhir perjalananku kepada Mu.

Ya Allah …bantu aku mengenal diriku dengan diriMu, yang Maha Halus, mengenal namaku dari rahasia -rahasia AsmaMu yang Maha Terpuji karena sesungguhnya engkaulah yang Maha Menggenggam segala Tubuh, Hati , Nyawadan Rahasiaku.

Ya Allah…mudahkan perjalananku dari wadah Nur Ba’shar Mu dan angkatlah derajatku menuju wadah Nur Nun Mu. Tetapkan hatiku dalam Nur Nikmat bersama Nun Mu yang Engkau telah bersemayam didalamnya

HAKIKAT TITIK HURUF BA (ب) part I

Sy yg bdoh ini,cb mengupas sangat sedikit dari huruf alif allah dalam kalimat بســـم الله الرحمن الرحيم di awali dengan titik huruf ب bermakna noktah/ titik air mani/ adam/ nur muhammad/ awal kehidupan & benda. Setiap Titik bisa dibentuk menjadi huruf/angka apa saja di dunia ini. Sama dg setitik mani{maaf}/ sebutir telur yg mengawali kehidupan didunia ini bs berbentuk apa saja.Begitu jg dg Allah yg mengawali penciptaan jagat raya dg titik BIGBANG/dalam istilah sufi disebut NUR MUHAMMAD.

Galilah Sumur Nya

Apabila Anda menggali sumur, Anda harus menggalinya jauh ke dalam sampai Anda menemukan sumber mata airnya. Dapatkah sumur itu penuh tanpa mencapai sumber yang dalam itu? Bila Anda bergantung pada hujan atau sumber luar lain untuk mengisi sumur itu, maka air itu hanya akan menguap atau diserap oleh tanah. Lalu, bagaimana Anda dapat membasuh diri Anda atau menghilangkan dahaga Anda? Hanya jika Anda menggali cukup dalam untuk mendapatkan mata air, maka Anda akan sampai pada sumber air yang tak habis-habisnya. Demikian juga halnya, jika Anda hanya membaca ayat-ayat dari kitab suci, tanpa menggali lebih dalam untuk mencari maknanya, hal itu seperti menggali sebuah sumur tanpa mencapai mata airnya atau seperti mencoba mengisinya dengan air hujan. Kedua cara ini tidak akan memadai. Hanya apabila Anda membuka mata air yang ada di dalamnya dan ilmu Tuhan mengalir dari sana, maka mata air sifat-sifat Tuhan akan mengisi hatimu. Hanya setelah itu Anda dapat menerima kekayaan-Nya. Hanya setelah itu Anda akan mendapatkan kedamaian dan ketenangan. Kearifan dan ilmu Tuhan ini harus timbul dari dalam diri Anda; kisah Tuhan dan doa mesti dipahami dari sisi batin. Maka Anda akan memperoleh semua yang Anda butuhkan untuk diri Anda, dan Anda juga akan merasa cukup untuk berbagi dengan orang lain.

Hakikat Cinta

Cinta adalah sebuah amalan hati yang akan terwujud dalam (amalan) lahiriah. Apabila cinta tersebut sesuai dengan apa yang diridhai Allah, maka ia akan menjadi ibadah. Dan sebaliknya, jika tidak sesuai dengan ridha-Nya maka akan menjadi perbuatan maksiat.

Filsafat Perkawinan dari Plato

Di hari yang lain, Plato bertanya lagi pada gurunya,”Apa itu perkawinan?Bagaimana saya bisa menemukannya?”
Gurunya pun menjawab “Ada hutan yang subur didepan sana. Berjalanlah tanpa boleh mundur kembali (menoleh) dan kamu hanya boleh menebang satu pohon saja. Dan tebanglah jika kamu menemukan pohon yang paling tinggi, karena artinya kamu telah menemukan apa itu perkawinan”
Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan membawa pohon. Pohon tersebut bukanlah pohon yang segar/subur, dan tidak juga terlalu tinggi. Pohon itu biasa-biasa saja.
Gurunya bertanya, “Mengapa kamu memotong pohon yang seperti itu?” Plato pun menjawab, “sebab berdasarkan pengalamanku sebelumnya, setelah menjelajah hampir setengah hutan, ternyata aku kembali dengan tangan kosong. Jadi dikesempatan ini, aku lihat pohon ini, dan kurasa tidaklah buruk-buruk amat, jadi kuputuskan untuk menebangnya dan membawanya kesini. Aku tidak mau menghilangkan kesempatan untuk mendapatkannya”
Gurunya pun kemudian menjawab, “Dan ya itulah perkawinan”

Filsafat Cinta dari Plato

Suatu hari, Plato bertanya pada gurunya, “Apa itu cinta? Bagaimana saya menemukannya? Gurunya menjawab, “Ada ladang gandum yang luas didepan sana. Berjalanlah kamu dan tanpa boleh mundur kembali, kemudian ambillah satu saja ranting. Jika kamu menemukan ranting yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta”
Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apapun.
Gurunya bertanya, “Mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?” Plato menjawab, “Aku hanya boleh membawa satu saja,dan saat berjalan tidak boleh mundur kembali (berbalik)”. Sebenarnya aku telah menemukan yang paling menakjubkan, tapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak kuambil ranting tersebut. Saat kumelanjutkan berjalan lebih jauh lagi, baru kusadari bahwa ranting-ranting yang kutemukan kemudian tak sebagus ranting yang tadi, jadi tak kuambil sebatangpun pada akhirnya”
Gurunya kemudian menjawab ” Jadi ya itulah cinta”

Filsafat Cinta



Jika kamu menyukai seseorang karna dia mahir atas sesuatu
Itu bukan Cinta tapi Kagum

Jika Kamu menyukai seseorang karna dia cantik jelita
Itu bukan Cinta tapi Nafsu

Jika Kamu menyukai seseorang karna dia kaya
Itu bukan Cinta tapi Matre

Jika Kamu menyukai seseorang karna dia baik
Itu bukan Cinta tapi rasa Trima Kasih

Jika Kamu menyukai seseorang padahal gak tahu kenapa
Maka itulah cinta yang sesungguhnya

99 Langkah Menuju Kesempurnaan Iman

01. Bersyukur apabila mendapat nikmat;
02. Sabar apabila mendapat kesulitan;
03. Tawakal apabila mempunyai rencana/program;
04. Ikhlas dalam segala amal perbuatan;
05. Jangan membiarkan hati larut dalam kesedihan;
06. Jangan menyesal atas sesuatu kegagalan;
07. Jangan putus asa dalam menghadapi kesulitan;
08. Jangan usil dengan kekayaan orang;
09. Jangan hasad dan iri atas kesuksessan orang;
10. Jangan sombong kalau memperoleh kesuksessan;
11. Jangan tamak kepada harta;
12. Jangan terlalu ambitious akan sesuatu kedudukan;
13. Jangan hancur karena kezaliman;
14. Jangan goyah karena fitnah;
15. Jangan berkeinginan terlalu tinggi yang melebihi kemampuan diri.
16. Jangan campuri harta dengan harta yang haram;
17. Jangan sakiti ayah dan ibu;
18. Jangan usir orang yang meminta-minta;
19. Jangan sakiti anak yatim;
20. Jauhkan diri dari dosa-dosa yang besar;
21. Jangan membiasakan diri melakukan dosa-dosa kecil;
22. Banyak berkunjung ke rumah Allah (masjid);
23. Lakukan shalat dengan ikhlas dan khusyu;
24. Lakukan shalat fardhu di awal waktu, berjamaah di masjid;
25. Biasakan shalat malam;
26. Perbanyak dzikir dan do’a kepada Allah;
27. Lakukan puasa wajib dan puasa sunat;
28. Sayangi dan santuni fakir miskin;
29. Jangan ada rasa takut kecuali hanya kepada Allah;
30. Jangan marah berlebih-lebihan;
31. Cintailah seseorang dengan tidak berlebih-lebihan;
32. Bersatulah karena Allah dan berpisahlah karena Allah;
33. Berlatihlah konsentrasi pikiran;
34. Penuhi janji apabila telah diikrarkan dan mintalah maaf apabila karena sesuatu sebab tidak dapat dipenuhi;
35. Jangan mempunyai musuh, kecuali dengan iblis/syaitan;
36. Jangan percaya ramalan manusia;
37. Jangan terlampau takut miskin;
38. Hormatilah setiap orang;
39. Jangan terlampau takut kepada manusia;
40. Jangan sombong, takabur dan besar kepala;
41. Berlakulah adil dalam segala urusan;
42. Biasakan istighfar dan taubat kepada Allah;
44. Hiasi rumah dengan bacaan Al-Quran;
45. Perbanyak silaturrahim;
46. Tutup aurat sesuai dengan petunjuk Islam;
47. Bicaralah secukupnya;
48. Beristeri/bersuami kalau sudah siap segala-galanya;
49. Hargai waktu, disiplin waktu dan manfaatkan waktu;
50. Biasakan hidup bersih, tertib dan teratur;
51. Jauhkan diri dari penyakit-penyakit bathin;
52. Sediakan waktu untuk santai dengan keluarga;
53. Makanlah secukupnya tidak kekurangan dan tidak berlebihan;
54. Hormatilah kepada guru dan ulama;
55. Sering-sering bershalawat kepada nabi;
56. Cintai keluarga Nabi saw;
57. Jangan terlalu banyak hutang;
58. Jangan terlampau mudah berjanji;
59. Selalu ingat akan saat kematian dan sedar bahawa kehidupan dunia adalah kehidupan sementara;
60. Jauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat seperti mengobrol yang tidak berguna;
61. Bergaul lah dengan orang-orang soleh;
62. Sering bangun di penghujung malam, berdoa dan beristighfar;
63. Lakukan ibadah haji dan umrah apabila sudah mampu;
64. Maafkan orang lain yang berbuat salah kepada kita;
65. Jangan dendam dan jangan ada keinginan membalas kejahatan dengan kejahatan lagi;
66. Jangan membenci seseorang karena pahaman dan pendiriannya;
67. Jangan benci kepada orang yang membenci kita;
68. Berlatih untuk berterus terang dalam menentukan sesuatu pilihan
69. Ringankan beban orang lain dan tolonglah mereka yang mendapatkan kesulitan.
70. Jangan melukai hati orang lain;
71. Jangan membiasakan berkata dusta;
72. Berlakulah adil, walaupun kita sendiri akan mendapatkan kerugian;
73. Jagalah amanah dengan penuh tanggung jawab;
74. Laksanakan segala tugas dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan;
75. Hormati orang lain yang lebih tua dari kita
76. Jangan membuka aib orang lain;
77. Lihatlah orang yang lebih miskin daripada kita, lihat pula orang yang lebih berprestasi dari kita;
78. Ambilah pelajaran dari pengalaman orang-orang arif dan bijaksana;
79. Sediakan waktu untuk merenung apa-apa yang sudah dilakukan;
80. Jangan sedih karena miskin dan jangan sombong karena kaya;
81. Jadilah manusia yang selalu bermanfaat untuk agama,bangsa dan negara;
82. Kenali kekurangan diri dan kenali pula kelebihan orang lain;
83. Jangan membuat orang lain menderita dan sengsara;
84. Berkatalah yang baik-baik atau tidak berkata apa-apa;
85. Hargai prestasi dan pemberian orang;
86. Jangan habiskan waktu untuk sekedar hiburan dan kesenangan;
87. Akrablah dengan setiap orang, walaupun yang bersangkutan tidak menyenangkan.
88. Sediakan waktu untuk berolahraga yang sesuai dengan norma-norma agama dan kondisi diri kita;
89. Jangan berbuat sesuatu yang menyebabkan fisikal atau mental kita menjadi terganggu;
90. Ikutilah nasihat orang-orang yang arif dan bijaksana;
91. Pandai-pandailah untuk melupakan kesalahan orang dan pandai-pandailah untuk melupakan jasa kita;
92. Jangan berbuat sesuatu yang menyebabkan orang lain terganggu dan jangan berkata sesuatu yang dapat menyebabkan orang lain terhina;
93. Jangan cepat percaya kepada berita jelek yang menyangkut teman kita sebelum dipastikan kebenarannya;
94. Jangan menunda-nunda pelaksanaan tugas dan kewajiban;
95. Sambutlah huluran tangan setiap orang dengan penuh keakraban dan keramahan dan tidak berlebihan;
96. Jangan memforsir diri untuk melakukan sesuatu yang diluar kemampuan diri;
97. Waspadalah akan setiap ujian, cobaan, godaan dan tentangan. Jangan lari dari kenyataan kehidupan;
98. Yakinlah bahwa setiap kebajikan akan melahirkan kebaikan dan setiap kejahatan akan melahirkan merusakan;
99. Jangan sukses di atas penderitaan orang dan jangan kaya dengan memiskinkan orang

Aku Rindu Padamu, sungguh aku rindu padamu.....

Segurat wajah sendu... Seuntai syair pilu...

Sepotong hati yang berbalut rindu..
 
Rindukan hadirmu, rindukan senyummu..
 
Tuhan di Surga.. trimakasih tlah kau Kirim
 
Dia yang sangat berarti
 
Untuk hidupku
 
Dia pelangi hatiku, warnai hariku...
 
Sepotong asa didada untuk tetap ada, takkan sirna
 
Kini... nanti... dan sepanjang masa.

MALAIKAT KECIL

malaikat kecil…

antarkan sekuntum bunga untuk Sang Pecinta
 
agar Dia tahu aku merinduNya..
 
malaikat kecil…
 
antarkan aku setetes air dari Sang Pecinta
 
agar hilang dahaga cintaku…

Selasa, 15 Februari 2011

Allahumma Shalli 'alaa Muhammad wa aali Muhammad

  • Duhai Abu Qosim yang mana karena cahayaMu lah Allah SWT menciptakan seluruh alam semesta
  • Duhai Manusia Suci yang mana Zat Yang Maha Suci pun bershalawat kepadaMu
  • Duhai Makhluk Mulia yang mana sang Khaliq pun sangat memuliakanMu
  • Duhai Kekasih Pemilik Cinta yang mana Sang Pecinta pun mencintaiMu melebihi apapun
  • Duhai Kota Ilmu yang mana setiap pencari ilmu datang kepadaMu melalui Gerbang IlmuMu.
  • Duhai Suami tercinta dari Penghulu Para Wanita karena kelahiranMu lah Tasik Sava yang dianggap suci tenggelam kedalam tanah.
  • Duhai Ayahanda tercinta Fatimah Azzahra karena kelahiranMu lah berhala ka'bah terjatuh dari tempatnya dan bersujud kepada Allah SWT.
  • Duhai Sepupu Haidar karena kelahiranMu lah yang menyebabkan mahligai KISRA retak, dan keperkasaan empat belas tiang serinya pun runtuh karena tak sanggup menandingi kekuatan cahayaMU
  • Duhai Datuk Penghulu seluruh Pemuda Syurga, karena kelahiran Mu lah Api abadi yang tak pernah padam selama seribu tahun milik para pemeluk agama  Majusi pun padam karena terang benderangnya CahayaMu
Hanyalah Shalawat dan Salam yang dapat aku berikan kepadaMu dan Keluargamu, para SahabatMu, serta para Penerus ajaranMu yang suci.

Allahumma Shalli 'alaa Muhammad                           wa aali Muhammad

Senin, 14 Februari 2011

SIAPA SEJATINYA “SABDO PALON NOYO GENGGONG” ?



danghyang-pic.jpgSetelah kita membaca dan memahami secara keseluruhan wasiat-wasiat leluhur Nusantara yang ada di blog ini, maka telah sampai saatnya saya akan mengulas sesuai dengan pemahaman saya tentang siapa sejatinya Sabdo Palon Noyo Genggong itu. Dari penuturan bapak Tri Budi Marhaen Darmawan, saya mendapatkan jawaban : “Sabdo Palon adalah seorang ponokawan Prabu Brawijaya, penasehat spiritual dan pandhita sakti kerajaan Majapahit. Dari penelusuran secara spiritual, Sabdo Palon itu sejatinya adalah beliau : Dang Hyang Nirartha/ Mpu Dwijendra/ Pedanda Sakti Wawu Rawuh/ Tuan Semeru yang akhirnya moksa di Pura Uluwatu.”  (merinding juga saya mendengar nama ini)
Dari referensi yang saya dapatkan, Dang Hyang Nirartha adalah anak dari Dang Hyang Asmaranatha, dan cucu dari Mpu Tantular atau Dang Hyang Angsokanatha (penyusun Kakawin Sutasoma dimana di dalamnya tercantum “Bhinneka Tunggal Ika”). Danghyang Nirartha adalah seorang pendeta Budha yang kemudian beralih menjadi pendeta Syiwa. Beliau juga diberi nama Mpu Dwijendra dan dijuluki Pedanda Sakti Wawu Rawuh, beliau juga dikenal sebagai seorang sastrawan. Dalam Dwijendra Tattwa dikisahkan sebagai berikut :
“Pada Masa Kerajaan Majapahit di Jawa Timur, tersebutlah seorang Bhagawan yang bernama Dang Hyang Dwi Jendra. Beliau dihormati atas pengabdian yang sangat tinggi terhadap raja dan rakyat melalui ajaran-ajaran spiritual, peningkatan kemakmuran dan menanggulangi masalah-masalah kehidupan. Beliau dikenal dalam menyebarkan ajaran Agama Hindu dengan nama “Dharma Yatra”. Di Lombok Beliau disebut “Tuan Semeru” atau guru dari Semeru, nama sebuah gunung di Jawa Timur.”
Dengan kemampuan supranatural dan mata bathinnya, beliau melihat benih-benih keruntuhan kerajaan Hindu di tanah Jawa. Maksud hati hendak melerai pihak-pihak yang bertikai, akan tetapi tidak mampu melawan kehendak Sang Pencipta, ditandai dengan berbagai bencana alam yang ditengarai turut ambil kontribusi dalam runtuhnya kerajaan Majapahit (salah satunya adalah bencana alam “Pagunungan Anyar”). Akhirnya beliau mendapat petunjuk untuk hijrah ke sebuah pulau yang masih di bawah kekuasaan Majapahit, yaitu Pulau Bali. Sebelum pergi ke Pulau Bali, Dang Hyang Nirartha hijrah ke Daha (Kediri), lalu ke Pasuruan dan kemudian ke Blambangan.
Beliau pertama kali tiba di Pulau Bali dari Blambangan sekitar tahun caka 1411 atau 1489 M ketika Kerajaan Bali Dwipa dipimpin oleh Dalem Waturenggong. Beliau mendapat wahyu di Purancak, Jembrana bahwa di Bali perlu dikembangkan paham Tripurusa yakni pemujaan Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Siwa, Sadha Siwa, dan Parama Siwa. Dang Hyang Nirarta dijuluki pula Pedanda Sakti Wawu Rawuh karena beliau mempunyai kemampuan supra natural yang membuat Dalem Waturenggong sangat kagum sehingga beliau diangkat menjadi Bhagawanta (pendeta kerajaan). Ketika itu Bali Dwipa mencapai jaman keemasan, karena semua bidang kehidupan rakyat ditata dengan baik. Hak dan kewajiban para bangsawan diatur, hukum dan peradilan adat/agama ditegakkan, prasasti-prasasti yang memuat silsilah leluhur tiap-tiap soroh/klan disusun. Awig-awig Desa Adat pekraman dibuat, organisasi subak ditumbuh-kembangkan dan kegiatan keagamaan ditingkatkan. Selain itu beliau juga mendorong penciptaan karya-karya sastra yang bermutu tinggi dalam bentuk tulisan lontar, kidung atau kekawin.
Pura-pura untuk memuja beliau di tempat mana beliau pernah bermukim membimbing umat adalah : Purancak, Rambut siwi, Pakendungan, Ulu watu, Bukit Gong, Bukit Payung, Sakenan, Air Jeruk, Tugu, Tengkulak, Gowa Lawah, Ponjok Batu, Suranadi (Lombok), Pangajengan, Masceti, Peti Tenget, Amertasari, Melanting, Pulaki, Bukcabe, Dalem Gandamayu, Pucak Tedung, dan lain-lain. Akhirnya Dang Hyang Nirartha menghilang gaib (moksa) di Pura Uluwatu. (Moksa = bersatunya atman dengan Brahman/Sang Hyang Widhi Wasa, meninggal dunia tanpa meninggalkan jasad).
Setelah mengungkapkan bahwa Sabdo Palon sejatinya adalah Dang Hyang Nirartha, lalu bapak Tri Budi Marhaen Darmawan memberikan kepada saya 10 (sepuluh) pesan dari beliau Dang Hyang Nirartha sbb:
  1. Tuwi ada ucaping haji, utama ngwangun tlaga, satus reka saliunnya, kasor ento utamannya, ring sang ngangun yadnya pisan, kasor buin yadnyane satus, baan suputra satunggal. ( bait 5 )
    Ada sebenarnya ucapan ilmu pengetahuan, utama orang yang membangun telaga, banyaknya seratus, kalah keutamaannya itu, oleh orang yang melakukan korban suci sekali, korban suci yang seratus ini, kalah oleh anak baik seorang.
  2. Bapa mituduhin cening, tingkahe menadi pyanak, eda bani ring kawitan, sang sampun kaucap garwa, telu ne maadan garwa, guru reka, guru prabhu, guru tapak tui timpalnya. ( bait 6 )
    Ayahnda memberitahumu anakku, tata cara menjadi anak, jangan durhaka pada leluhur, orang yang disebut guru, tiga banyaknya yang disebut guru, guru reka, guru prabhu, dan guru tapak (yang mengajar) itu.
  3. Melah pelapanin mamunyi, ring ida dane samian, wangsane tong kaletehan, tong ada ngupet manemah, melah alepe majalan, batise twara katanjung, bacin tuara bakat ingsak. ( bait 8 )
    Lebih baik hati-hati dalam berbicara, kepada semua orang, tak akan ternoda keturunannya, tak ada yang akan mencaci maki, lebih baik hati-hati dalam berjalan, sebab kaki tak akan tersandung, dan tidak akan menginjak kotoran.
  4. Uli jani jwa kardinin, ajak dadwa nah gawenang, patut tingkahe buatang, tingkahe mangelah mata, gunannya anggon malihat, mamedasin ane patut, da jua ulah malihat. ( bait 10 )
    Mulai sekarang lakukan, lakukanlah berdua, patut utamakan tingkah laku yang benar, seperti menggunakan mata, gunanya untuk melihat, memperhatikan tingkah laku yang benar, jangan hanya sekedar melihat.
  5. Tingkahe mangelah kuping, tuah anggon maningehang, ningehang raose melah, resepang pejang di manah, da pati dingeh-dingehang, kranannya mangelah cunguh, anggon ngadek twah gunanya. ( bait 11 )
    Kegunaan punya telinga, sebenarnya untuk mendengar, mendengar kata-kata yang benar, camkan dan simpan dalam hati, jangan semua hal didengarkan.
  6. Nanging da pati adekin, mangulah maan madiman, patutang jua agrasayang, apang bisa jwa ningkahang, gunan bibih twah mangucap, de mangucap pati kacuh, ne patut jwa ucapang. ( bait 12 )
    Jangan segalanya dicium, sok baru dapat mencium, baik-baiklah caranya merasakan, agar bisa melaksanakannya, kegunaan mulut untuk berbicara, jangan berbicara sembarangan, hal yang benar hendaknya diucapkan.
  7. Ngelah lima da ja gudip, apikin jua nyemakang, apang patute bakatang, wyadin batise tindakang, yatnain twah nyalanang, eda jwa mangulah laku, katanjung bena nahanang. ( bait 13 )
    Memiliki tangan jangan usil, hati-hati menggunakan, agar selalu mendapat kebenaran, begitu pula dalam melangkahkan kaki, hati-hatilah melangkahkannya, bila kesandung pasti kita yang menahan (menderita) nya.
  8. Awake patut gawenin, apang manggih karahaywan, da maren ngertiang awak, waluya matetanduran, tingkahe ngardinin awak, yen anteng twi manandur, joh pare twara mupuang. ( bait 14 )
    Kebenaran hendaknya diperbuat, agar menemukan keselamatan, jangan henti-hentinya berbuat baik, ibaratnya bagai bercocok tanam, tata cara dalam bertingkah laku, kalau rajin menanam, tak mungkin tidak akan berhasil.
  9. Tingkah ne melah pilihin, buka anake ka pasar, maidep matetumbasan, masih ya nu mamilihin, twara nyak meli ne rusak, twah ne melah tumbas ipun, patuh ring ma mwatang tingkah. ( bait 15 )
    Pilihlah perbuatan yang baik, seperti orang ke pasar, bermaksud hendak berbelanja, juga masih memilih, tidak mau membeli yang rusak, pasti yang baik dibelinya, sama halnya dengan memilih tingkah laku.
  10. Tingkah ne melah pilihin, da manganggoang tingkah rusak, saluire kaucap rusak, wantah nista ya ajinnya, buine tong kanggoang anak, kija aba tuara laku, keto cening sujatinnya. ( bait 16 )
    Pilihlah tingkah laku yang baik, jangan mau memakai tingkah laku yang jahat, betul-betul hina nilainya, ditambah lagi tiada disukai masyarakat, kemanapun di bawa tak akan laku, begitulah sebenarnya anakku.
Akhirnya bapak Tri Budi Marhaen Darmawan mengungkapkan bahwa dengan penelusuran secara spiritual dapatlah disimpulkan : “Jadi yang dikatakan “Putra Betara Indra” oleh Joyoboyo, “Budak Angon” oleh Prabu Siliwangi, dan “Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu” oleh Ronggowarsito itu, tidak lain dan tidak bukan adalah Sabdo Palon, yang sejatinya adalah Dang Hyang Nirartha/ Mpu Dwijendra/ Pedanda Sakti Wawu Rawuh/ Tuan Semeru. Pertanyaannya sekarang adalah: Ada dimanakah beliau saat ini kalau dari tanda-tanda yang telah terjadi dikatakan bahwa Sabdo Palon telah datang ? Tentu saja sangat tidak etis untuk menjawab persoalan ini. Sangat sensitif… Ini adalah wilayah para kasepuhan suci, waskitho, ma’rifat dan mukasyafah saja yang dapat menjumpai dan membuktikan kebenarannya. Dimensi spiritual sangatlah pelik dan rumit. Tidak perlu banyak perdebatan, karena Sabdo Palon yang telah menitis kepada “seseorang” itu yang jelas memiliki karakter 7 (tujuh) satrio seperti yang telah diungkapkan oleh R.Ng. Ronggowarsito, dan juga memiliki karakter Putra Betara Indra seperti yang diungkapkan oleh Joyoboyo. Secara fisik “seseorang” itu ditandai dengan memegang sepasang pusaka Pengayom Nusantara hasil karya beliau Dang Hyang Nirartha.”
“Kesimpulan akhirnya adalah : Putra Betara Indra = Budak Angon = Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu seperti yang telah dikatakan oleh para leluhur Nusantara di atas adalah sosok yang diharap-harapkan rakyat nusantara selama ini, yaitu beliau yang dinamakan “SATRIO PININGIT”.  Jadi, Satrio Piningit (SP) = adalah seorang Satrio Pinandhito (SP) = yaitulah Sabdo Palon (SP) = sebagai Sang Pamomong (SP) = dikenal juga dengan nama Semar Ponokawan (SP) = pemegang pusaka Sabdo Palon (SP) = berada di “SP” (?) = tepatnya di daerah “SP” (?) = dimana terdapat “SP” (?) = dengan nama “SP” dan “SP” (?) . Satrio Piningit tidak akan sekedar mengaku-aku bahwa dirinya adalah seorang Satrio Piningit. Namun beliau akan “membuktikan” banyak hal yang sangat fenomenal untuk kemaslahatan rakyat negeri ini. Kapan waktunya ? Hanya Allah SWT yang tahu. Subhanallah… Masya Allah la quwata illa billah…”
Dari apa yang telah saya ungkapkan sejauh ini mudah-mudahan membawa banyak manfaat bagi kita semua, terutama hikmah yang tersirat dari wasiat-wasiat nenek moyang kita, para leluhur Nusantara. Menjadi harapan kita bersama di tengah carut-marut keadaan negeri ini akan datang cahaya terang di depan kita. Semoga Allah ridho.

Menelisik Misteri Sabdo Palon

sinyal-pic.jpgDalam upaya menelisik misteri siapa sejatinya Sabdo Palon, saya mengawali dengan mengkaji Serat Darmagandhul dan ramalan Sabdo Palon. Di sini tidak akan dipersoalkan siapa yang membuat karya-karya tersebut untuk tidak menimbulkan banyak perdebatan. Karena penjelasan secara akal penalaran amatlah rumit, namun dengan pendekatan spiritual dapatlah ditarik benang merahnya yang akan membawa kepada satu titik terang. Dan ini akhirnya dapat dirunut secara logika historis.
Menarik memang di dalam mencari jawab tentang siapakah Sabdo Palon ? Karena kata Sabdo Palon Noyo Genggong sebagai penasehat spiritual Prabu Brawijaya V ( memerintah tahun 1453 – 1478 ) tidak hanya dapat ditemui di dalam Serat Darmagandhul saja, namun di dalam bait-bait terakhir ramalan Joyoboyo (1135 – 1157) juga telah disebut-sebut, yaitu bait 164 dan 173 yang menggambarkan tentang sosok Putra Betara Indra sbb :
164.
…; mumpuni sakabehing laku; nugel tanah Jawa kaping pindho; ngerahake jin setan; kumara prewangan, para lelembut ke bawah perintah saeko proyo kinen ambantu manungso Jawa padha asesanti trisula weda; landhepe triniji suci; bener, jejeg, jujur; kadherekake Sabdopalon lan Noyogenggong.
(…; menguasai seluruh ajaran (ngelmu); memotong tanah Jawa kedua kali; mengerahkan jin dan setan; seluruh makhluk halus berada di bawah perintahnya bersatu padu membantu manusia Jawa berpedoman pada trisula weda; tajamnya tritunggal nan suci; benar, lurus, jujur; didampingi Sabdopalon dan Noyogenggong)
173.
nglurug tanpa bala; yen menang tan ngasorake liyan; para kawula padha suka-suka; marga adiling pangeran wus teka; ratune nyembah kawula; angagem trisula wedha; para pandhita hiya padha muja; hiya iku momongane kaki Sabdopalon; sing wis adu wirang nanging kondhang; genaha kacetha kanthi njingglang; nora ana wong ngresula kurang; hiya iku tandane kalabendu wis minger; centi wektu jejering kalamukti; andayani indering jagad raya; padha asung bhekti.
(menyerang tanpa pasukan; bila menang tak menghina yang lain; rakyat bersuka ria; karena keadilan Yang Kuasa telah tiba; raja menyembah rakyat; bersenjatakan trisula wedha; para pendeta juga pada memuja; itulah asuhannya Sabdopalon; yang sudah menanggung malu tetapi termasyhur; segalanya tampak terang benderang; tak ada yang mengeluh kekurangan; itulah tanda zaman kalabendu telah usai; berganti zaman penuh kemuliaan; memperkokoh tatanan jagad raya; semuanya menaruh rasa hormat yang tinggi)
Serat Darmagandhul
Memahami Serat Darmagandhul dan karya-karya leluhur kita dibutuhkan kearifan dan netralitas yang tinggi, karena mengandung nilai kawruh Jawa yang sangat tinggi. Jika belum matang beragama maka akan muncul sentimen terhadap agama lain. Tentu ini tidak kita kehendaki. Tiada maksud lain dari saya kecuali hanya ingin mengungkap fakta dan membedah warisan leluhur dari pendekatan spiritual dan historis.
Dalam serat Dharmagandhul ini saya hanya ingin menyoroti ucapan-ucapan penting pada pertemuan antara Sunan Kalijaga, Prabu Brawijaya dan Sabdo Palon di Blambangan. Pertemuan ini terjadi ketika Sunan Kalijaga mencari dan menemukan Prabu Brawijaya yang tengah lari ke Blambangan untuk meminta bantuan bala tentara dari kerajaan di Bali dan Cina untuk memukul balik serangan putranya, Raden Patah yang telah menghancurkan Majapahit. Namun hal ini bisa dicegah oleh Sunan Kalijaga dan akhirnya Prabu Brawijaya masuk agama Islam. Karena Sabdo Palon tidak bersedia masuk agama Islam atas ajakan Prabu Brawijaya, maka mereka berpisah. Sebelum perpisahan terjadi ada baiknya kita cermati ucapan-ucapan berikut ini :
Sabdo Palon :
“Paduka sampun kêlajêng kêlorob, karsa dados jawan, irib-iriban, rêmên manut nunut-nunut, tanpa guna kula êmong, kula wirang dhatêng bumi langit, wirang momong tiyang cabluk, kula badhe pados momongan ingkang mripat satunggal, botên rêmên momong paduka. … Manawi paduka botên pitados, kang kasêbut ing pikêkah Jawi, nama Manik Maya, punika kula, ingkang jasa kawah wedang sanginggiling rêdi rêdi Mahmeru punika sadaya kula, …”
(“Paduka sudah terlanjur terperosok, mau jadi orang jawan (kehilangan jawa-nya), kearab-araban, hanya ikut-ikutan, tidak ada gunanya saya asuh, saya malu kepada bumi dan langit, malu mengasuh orang tolol, saya mau mencari asuhan yang bermata satu (memiliki prinsip/aqidah yang kuat), tidak senang mengasuh paduka. … Kalau paduka tidak percaya, yang disebut dalam ajaran Jawa, nama Manik Maya (Semar) itu saya, yang membuat kawah air panas di atas gunung itu semua adalah saya, …”)
Ucapan Sabdo Palon ini menyatakan bahwa dia sangat malu kepada bumi dan langit dengan keputusan Prabu Brawijaya masuk agama Islam. Gambaran ini telah diungkapkan Joyoboyo pada bait 173 yang berbunyi :
“…, hiya iku momongane kaki Sabdopalon; sing wis adu wirang nanging kondhang; …”
(“…, itulah asuhannya Sabdopalon; yang sudah menanggung malu tetapi termasyhur; …”). Dalam ucapan ini pula Sabdo Palon menegaskan bahwa dirinyalah sebenarnya yang dikatakan dalam kawruh Jawa dengan apa yang dikenal sebagai “Manik Maya” atau “Semar”.
“Sabdapalon matur yen arêp misah, barêng didangu lungane mênyang ngêndi, ature ora lunga, nanging ora manggon ing kono, mung nêtêpi jênênge Sêmar, nglimputi salire wujud, anglela kalingan padhang. …..”
(“ Sabdo Palon menyatakan akan berpisah, begitu ditanya perginya kemana, jawabnya tidak pergi, akan tetapi tidak bertempat di situ, hanya menetapkan namanya Semar, yang meliputi segala wujud, membuatnya samar. …..”)
Sekali lagi dalam ucapan ini Sabdo Palon menegaskan bahwa dirinyalah yang bernama Semar. Bagi orang Jawa yang berpegang pada kawruh Jawa pastilah memahami tentang apa dan bagaimana Semar. Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa Semar adalah merupakan utusan gaib Gusti Kang Murbeng Dumadi (Tuhan Yang Maha Kuasa) untuk melaksanakan tugas agar manusia selalu menyembah dan bertaqwa kepada Tuhan, selalu bersyukur dan eling serta berjalan pada jalan kebaikan. Sebelum manusia mengenal agama, keberadaan Semar telah ada di muka bumi. Beliau mendapat tugas khusus dari Gusti Kang Murbeng Dumadi untuk menjaga dan memelihara bumi Nusantara khususnya, dan jagad raya pada umumnya. Perhatikan ungkapan Sabdo Palon berikut ini :
Sabdapalon ature sêndhu: “Kula niki Ratu Dhang Hyang sing rumêksa tanah Jawa. Sintên ingkang jumênêng Nata, dados momongan kula. Wiwit saking lêluhur paduka rumiyin, Sang Wiku Manumanasa, Sakutrêm lan Bambang Sakri, run-tumurun ngantos dumugi sapriki, kula momong pikukuh lajêr Jawi, …..
….., dumugi sapriki umur-kula sampun 2.000 langkung 3 taun, momong lajêr Jawi, botên wontên ingkang ewah agamanipun, …..”
(Sabdo Palon berkata sedih: “Hamba ini Ratu Dhang Hyang yang menjaga tanah Jawa. Siapa yang bertahta, menjadi asuhan hamba. Mulai dari leluhur paduka dahulu, Sang Wiku Manumanasa, Sakutrem dan Bambang Sakri, turun temurun sampai sekarang, hamba mengasuh keturunan raja-raja Jawa, …..
….., sampai sekarang ini usia hamba sudah 2.000 lebih 3 tahun dalam mengasuh raja-raja Jawa, tidak ada yang berubah agamanya, …..”)
Ungkapan di atas menyatakan bahwa Sabdo Palon (Semar) telah ada di bumi Nusantara ini bahkan 525 tahun sebelum masehi jika dihitung dari berakhirnya kekuasaan Prabu Brawijaya pada tahun 1478. Saat ini di tahun 2007, berarti usia Sabdo Palon telah mencapai 2.532 tahun. Setidaknya perhitungan usia tersebut dapat memberikan gambaran kepada kita, walaupun angka-angka yang menunjuk masa di dalam wasiat leluhur sangat toleransif sifatnya. Di kalangan spiritualis Jawa pada umumnya, keberadaan Semar diyakini berupa “suara tanpa rupa”. Namun secara khusus bagi yang memahami lebih dalam lagi, keberadaan Semar diyakini dengan istilah “mencolo putro, mencolo putri”, artinya dapat mewujud dan menyamar sebagai manusia biasa dalam wujud berlainan di setiap masa. Namun dalam perwujudannya sebagai manusia tetap mencirikan karakter Semar sebagai sosok “Begawan atau Pandhita”. Hal ini dapat dipahami karena dalam kawruh Jawa dikenal adanya konsep “menitis” dan “Cokro Manggilingan”.
Dari apa yang telah disinggung di atas, kita telah sedikit memahami bahwa Sabdo Palon sebagai pembimbing spiritual Prabu Brawijaya merupakan sosok Semar yang nyata. Menurut Sabdo Palon dalam ungkapannya dikatakan :
“…, paduka punapa kêkilapan dhatêng nama kula Sabdapalon? Sabda têgêsipun pamuwus, Palon: pikukuh kandhang. Naya têgêsipun ulat, Genggong: langgêng botên ewah. Dados wicantên-kula punika, kenging kangge pikêkah ulat pasêmoning tanah Jawi, langgêng salaminipun.”
(“…, apakah paduka lupa terhadap nama saya Sabdo Palon? Sabda artinya kata-kata, Palon adalah kayu pengancing kandang, Naya artinya pandangan, Genggong artinya langgeng tidak berubah. Jadi ucapan hamba itu berlaku sebagai pedoman hidup di tanah Jawa, langgeng selamanya.”)
Seperti halnya Semar telah banyak dikenal sebagai pamomong sejati yang selalu mengingatkan bilamana yang di”emong”nya salah jalan, salah berpikir atau salah dalam perbuatan, terlebih apabila melanggar ketentuan-ketentuan Tuhan Yang Maha Esa. Semar selalu memberikan piwulangnya untuk bagaimana berbudi pekerti luhur selagi hidup di dunia fana ini sebagai bekal untuk perjalanan panjang berikutnya nanti. Jadi Semar merupakan pamomong yang “tut wuri handayani”, menjadi tempat bertanya karena pengetahuan dan kemampuannya sangat luas, serta memiliki sifat yang bijaksana dan rendah hati juga waskitho (ngerti sakdurunge winarah). Semua yang disabdakan Semar tidak pernah berupa “perintah untuk melakukan” tetapi lebih kepada “bagaimana sebaiknya melakukan”. Semua keputusan yang akan diambil diserahkan semuanya kepada “tuan”nya. Semar atau Kaki Semar sendiri memiliki 110 nama, diantaranya adalah Ki Sabdopalon, Sang Hyang Ismoyo, Ki Bodronoyo, dan lain-lain.
Di dalam Serat Darmogandhul diceritakan episode perpisahan antara Sabdo Palon dengan Prabu Brawijaya karena perbedaan prinsip. Sebelum berpisah Sabdo Palon menyatakan kekecewaannya dengan sabda-sabda yang mengandung prediksi tentang sosok masa depan yang diharapkannya. Berikut ungkapan-ungkapan itu :
“….. Paduka yêktos, manawi sampun santun agami Islam, nilar agami Buddha, turun paduka tamtu apês, Jawi kantun jawan, Jawinipun ical, rêmên nunut bangsa sanes. Benjing tamtu dipunprentah dening tiyang Jawi ingkang mangrêti.”
(“….. Paduka perlu faham, jika sudah berganti agama Islam, meninggalkan agama Budha, keturunan Paduka akan celaka, Jawi (orang Jawa yang memahami kawruh Jawa) tinggal Jawan (kehilangan jati diri jawa-nya), Jawi-nya hilang, suka ikut-ikutan bangsa lain. Suatu saat tentu akan dipimpin oleh orang Jawa (Jawi) yang mengerti.”
“….. Sang Prabu diaturi ngyêktosi, ing besuk yen ana wong Jawa ajênêng tuwa, agêgaman kawruh, iya iku sing diêmong Sabdapalon, wong jawan arêp diwulang wêruha marang bênêr luput.”
(“….. Sang Prabu diminta memahami, suatu saat nanti kalau ada orang Jawa menggunakan nama tua (sepuh), berpegang pada kawruh Jawa, yaitulah yang diasuh oleh Sabda Palon, orang Jawan (yang telah kehilangan Jawa-nya) akan diajarkan agar bisa melihat benar salahnya.”)
Dari dua ungkapan di atas Sabdo Palon mengingatkan Prabu Brawijaya bahwa suatu ketika nanti akan ada orang Jawa yang memahami kawruh Jawa (tiyang Jawi) yang akan memimpin bumi nusantara ini. Juga dikatakan bahwa ada saat nanti datang orang Jawa asuhan Sabdo Palon yang memakai nama sepuh/tua (bisa jadi “mbah”, “aki”, ataupun “eyang”) yang memegang teguh kawruh Jawa akan mengajarkan dan memaparkan kebenaran dan kesalahan dari peristiwa yang terjadi saat itu dan akibat-akibatnya dalam waktu berjalan. Hal ini menyiratkan adanya dua sosok di dalam ungkapan Sabdo Palon tersebut yang merupakan sabda prediksi di masa mendatang, yaitu pemimpin yang diharapkan dan pembimbing spiritual (seorang pandhita). Ibarat Arjuna dan Semar atau juga Prabu Parikesit dan Begawan Abhiyasa. Lebih lanjut diceritakan :
“Sang Prabu karsane arêp ngrangkul Sabdapalon lan Nayagenggong, nanging wong loro mau banjur musna. Sang Prabu ngungun sarta nênggak waspa, wusana banjur ngandika marang Sunan Kalijaga: “Ing besuk nagara Blambangan salina jênêng nagara Banyuwangi, dadiya têngêr Sabdapalon ênggone bali marang tanah Jawa anggawa momongane. Dene samêngko Sabdapalon isih nglimput aneng tanah sabrang.”
(“Sang Prabu berkeinginan merangkul Sabdo Palon dan Nayagenggong, namun orang dua itu kemudian raib. Sang Prabu heran dan bingung kemudian berkata kepada Sunan Kalijaga : “Gantilah nama Blambangan menjadi Banyuwangi, jadikan ini sebagai tanda kembalinya Sabda Palon di tanah Jawa membawa asuhannya. Sekarang ini Sabdo Palon masih berkelana di tanah seberang.”)
Dari kalimat ini jelas menandakan bahwa Sabdo Palon dan Prabu Brawijaya berpisah di tempat yang sekarang bernama Banyuwangi. Tanah seberang yang dimaksud tidak lain tidak bukan adalah Pulau Bali. Untuk mengetahui lebih lanjut guna menguak misteri ini, ada baiknya kita kaji sedikit tentang Ramalan Sabdo Palon berikut ini.
Ramalan Sabdo Palon
Karena Sabdo Palon tidak berkenan berganti agama Islam, maka dalam naskah Ramalan Sabdo Palon ini diungkapkan sabdanya sbb :
3.
Sabda Palon matur sugal, “Yen kawula boten arsi, Ngrasuka agama Islam, Wit kula puniki yekti, Ratuning Dang Hyang Jawi, Momong marang anak putu, Sagung kang para Nata, Kang jurneneng Tanah Jawi, Wus pinasthi sayekti kula pisahan.
(Sabda Palon menjawab kasar: “Hamba tak mau masuk Islam Sang Prabu, sebab saya ini raja serta pembesar Dang Hyang se tanah Jawa. Saya ini yang membantu anak cucu serta para raja di tanah jawa. Sudah digaris kita harus berpisah.)
4.
Klawan Paduka sang Nata, Wangsul maring sunya ruri, Mung kula matur petungna, Ing benjang sakpungkur mami, Yen wus prapta kang wanci, Jangkep gangsal atus tahun, Wit ing dinten punika, Kula gantos kang agami, Gama Buda kula sebar tanah Jawa.
(Berpisah dengan Sang Prabu kembali ke asal mula saya. Namun Sang Prabu kami mohon dicatat. Kelak setelah 500 tahun saya akan mengganti agama Budha lagi (maksudnya Kawruh Budi), saya sebar seluruh tanah Jawa.)
5.
Sinten tan purun nganggeya, Yekti kula rusak sami, Sun sajekken putu kula, Berkasakan rupi-rupi, Dereng lega kang ati, Yen durung lebur atempur, Kula damel pratandha, Pratandha tembayan mami, Hardi Merapi yen wus njeblug mili lahar.
(Bila ada yang tidak mau memakai, akan saya hancurkan. Menjadi makanan jin setan dan lain-lainnya. Belum legalah hati saya bila belum saya hancur leburkan. Saya akan membuat tanda akan datangnya kata-kata saya ini. Bila kelak Gunung Merapi meletus dan memuntahkan laharnya.)
6.
Ngidul ngilen purugira, Ngganda banger ingkang warih, Nggih punika medal kula, Wus nyebar agama budi, Merapi janji mami, Anggereng jagad satuhu, Karsanireng Jawata, Sadaya gilir gumanti, Boten kenging kalamunta kaowahan.
(Lahar tersebut mengalir ke Barat Daya. Baunya tidak sedap. Itulah pertanda kalau saya datang. Sudah mulai menyebarkan agama Buda (Kawruh Budi). Kelak Merapi akan bergelegar. Itu sudah menjadi takdir Hyang Widi bahwa segalanya harus bergantian. Tidak dapat bila diubah lagi.)
7.
Sanget-sangeting sangsara, Kang tuwuh ing tanah Jawi, Sinengkalan tahunira, Lawon Sapta Ngesthi Aji, Upami nyabrang kali, Prapteng tengah-tengahipun, Kaline banjir bandhang, Jerone ngelebne jalmi, Kathah sirna manungsa prapteng pralaya.
(Kelak waktunya paling sengsara di tanah Jawa ini pada tahun: Lawon Sapta Ngesthi Aji. Umpama seorang menyeberang sungai sudah datang di tengah-tengah. Tiba-tiba sungainya banjir besar, dalamnya menghanyutkan manusia sehingga banyak yang meninggal dunia.)
8.
Bebaya ingkang tumeka, Warata sa Tanah Jawi, Ginawe kang paring gesang, Tan kenging dipun singgahi, Wit ing donya puniki, Wonten ing sakwasanipun, Sedaya pra Jawata, Kinarya amertandhani, Jagad iki yekti ana kang akarya.
(Bahaya yang mendatangi tersebar seluruh tanah Jawa. Itu sudah kehendak Tuhan tidak mungkin disingkiri lagi. Sebab dunia ini ada ditanganNya. Hal tersebut sebagai bukti bahwa sebenarnya dunia ini ada yang membuatnya.)
awas-merapi.jpgDari bait-bait di atas dapatlah kita memahami bahwa Sabdo Palon menyatakan berpisah dengan Prabu Brawijaya kembali ke asal mulanya. Perlu kita tahu bahwa Semar adalah wujud manusia biasa titisan dewa Sang Hyang Ismoyo. Jadi ketika itu Sabdo Palon berencana untuk kembali ke asal mulanya adalah alam kahyangan (alam dewa-dewa), kembali sebagai wujud dewa, Sang Hyang Ismoyo. Lamanya pergi selama 500 tahun. Dan kemudian Sabdo Palon menyatakan janjinya akan datang kembali di bumi tanah Jawa (tataran nusantara) dengan tanda-tanda tertentu. Diungkapkannya tanda utama itu adalah muntahnya lahar gunung Merapi ke arah barat daya. Baunya tidak sedap. Dan juga kemudian diikuti bencana-bencana lainnya. Itulah tanda Sabdo Palon telah datang. Dalam dunia pewayangan keadaan ini dilambangkan dengan judul: “Semar Ngejawantah”.
Mari kita renungkan sesaat tentang kejadian muntahnya lahar gunung Merapi tahun lalu dimana untuk pertama kalinya ditetapkan tingkat statusnya menjadi yang tertinggi : “Awas Merapi”. Saat kejadian malam itu lahar merapi keluar bergerak ke arah “Barat Daya”. Pada hari itu tanggal 13 Mei 2006 adalah malam bulan purnama bertepatan dengan Hari Raya Waisyak (Budha) dan Hari Raya Kuningan (Hindu). Secara hakekat nama “Sabdo Palon Noyo Genggong” adalah simbol dua satuan yang menyatu, yaitu : Hindu – Budha (Syiwa Budha). Di dalam Islam dua satuan ini dilambangkan dengan dua kalimat Syahadat. Apabila angka tanggal, bulan dan tahun dijumlahkan, maka : 1 + 3 + 5 + 2 + 6 = 17 ( 1 + 7 = 8 ). Angka 17 kita kenal merupakan angka keramat. 17 merupakan jumlah raka’at sholat lima waktu di dalam syari’at Islam. 17 juga merupakan lambang hakekat dari “bumi sap pitu” dan “langit sap pitu” yang berasal dari Yang Satu, Allah SWT. Sedangkan angka 8 merupakan lambang delapan penjuru mata angin. Di Bali hal ini dilambangkan dengan apa yang kita kenal dengan “Sad Kahyangan Jagad”. Artinya dalam kejadian ini delapan kekuatan dewa-dewa menyatu, menyambut dan menghantarkan Sang Hyang Ismoyo (Sabdo Palon) untuk turun ke bumi. Di dalam kawruh Jawa, Sang Hyang Ismoyo adalah sosok dewa yang dihormati oleh seluruh dewa-dewa. Dan gunung Merapi di sini melambangkan hakekat tempat atau sarana turunnya dewa ke bumi (menitis).

Roka’at Terakhir

Tulisan ini merupakan “Roka’at Terakhir” di dalam mengungkap misteri nusantara yang kita cintai bersama. Sungguh banyak hakekat yang tersirat dari apa yang tersurat. Untuk dipahami bersama sekali lagi bahwa apa yang terpaparkan merupakan murni hasil input spiritual dari “seorang pejalan” yang terbawa angin ke Timur menembusi dimensi kegaiban. Dengan adanya rambu-rambu adab yang berlaku, maka tidak semua bisa diungkapkan di sini. Kami berharap blog ini dapat menjadi sebuah wacana spirit nusantara dimana kami tidak akan mengintervensi komentar-komentar baik yang pro maupun kontra, asalkan saja masih di batas kesantunan dan beradab. Karena walau beragam kapasitas pemahaman masing-masing terhadap hal ini, namun kita semua sejatinya adalah saudara sebangsa satu tanah air.
Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih kepada para netters yang telah memberikan komentar-komentarnya. Secara khusus kami sangat mengapresiasi komentar saudaraku “Karebet” dan “Mr. Iseng”. Sedikit kami informasikan di sini, bahwa dari Upacara Guru Piduka yang telah berlangsung di Tanah Lot pada tanggal 26 Agustus 2007 yang lalu, menurut kesaksian beberapa spiritualis dari Jakarta, Semarang dan Bali yang hadir dalam acara itu telah “melihat” tanda yang sama tentang kemunculan “Satria Pinandhita Sinisihan Wahyu” di tengah kita. Ya.. sinyal yang muncul menyiratkan bahwa “Sabdo Palon Noyo Genggong” telah muncul. Sungguh sangat rumit untuk menjelaskannya bagi konsumsi akal penalaran. Tidak ada yang tidak mungkin jika Allah SWT berkehendak. Saat ini “Roda Cokro Manggilingan” tengah bergerak dan berputar. Walau secara kasat mata tidak terlihat, namun daya-dayanya akan terasa secara luas.
Bukanlah suatu kebetulan jika pada tanggal 26 Agustus 2007 malam itu (dini hari masuk tanggal 27 Agustus 2007) bulan purnama terlihat ada dua (yang satu sebenarnya adalah planet Mars). Fenomena ini melambangkan kemunculan “dua sosok” yang menjadi satu kesatuan, ibarat Semar dan Arjuna atau Begawan Abiyoso dan Prabu Parikesit. Dalam Al Qur’an dilambangkan kekuatan Nabi Musa dan Nabi Harun dalam menghadapi Fir’aun. Dan dalam konteks ini adalah : “Sabdo Palon Noyo Genggong”. Secara kegaiban Sabdo Palon adalah Dang Hyang Nirartha (titisan Sang Hyang Ismoyo) dan Noyo Genggong adalah Gajah Mada (titisan Dewa Gana / Ganesha). Aura “dua sosok” tersebut ada pada dua orang Jawa berdarah Sunda pengikut Rasulullah Muhammad SAW melalui Prabu Kian Santang, dan dalam menapak menjalankan ajaran Sunan Kalijaga dan Sunan Gunung Jati. Secara hakekat fenomena ini melambangkan bahwa “dua sosok” beliau adalah berasal dari Trah Pajajaran – Majapahit. Sehingga setidaknya terjawab sudah apa yang telah diwangsitkan oleh Prabu Siliwangi dalam “Uga Wangsit Siliwangi” berkenaan dengan sosok “Budak Angon dan Pemuda Berjanggut yang mengenakan pakaian serba hitam bersandangkan sarung tua”. Dua sosok tersebut mewakili keturunan Prabu Siliwangi yang pergi menuju ke arah Timur.
Tak perlu penasaran siapa sejatinya beliau. Karena beliau “dua orang” tersebut tidak akan muncul di permukaan sebelum missi yang dijalankannya paripurna. Missi tersebut berkenaan dengan “Persatuan Umat” dan untuk ingat kembali akan “Ke-Tuhan-an Yang Maha Esa”. Jangan dibayangkan “beliau” akan harus berhadapan dengan jutaan umat di nusantara ini. Namun dalil yang berlaku pada “beliau” adalah : “Nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake”. Sampai kapanpun “beliau” tidak akan mengaku dan tidak mengetahui bahwa dirinya sebagai sosok “Satria Piningit” itu. Jadi dalam kesempatan ini kami ingin mengatakan bahwa jika di permukaan ada pihak-pihak yang mengaku atau meng-klaim dirinya sebagai Satria Piningit ataupun Ratu Adil, semua itu adalah “Tipu Daya dan Kebohongan Belaka”. Apalagi ujung-ujungnya berkaitan dengan harta karun atau pusaka Bung Karno, semua itu adalah “Bohong Besar”.
Saat ini secara kegaiban “beliau” tengah berjalan dari Timur menuju Barat, meluruskan kembali apa yang salah diantara Majapahit dan Pajajaran (khususnya kejadian Perang Bubat). Prinsipnya banyak hal yang perlu diluruskan berkenaan dengan sejarah nusantara ini. Karena kepentingan pihak-pihak tertentu pasca keruntuhan Majapahit, sampai dengan dekade ini banyak sejarah yang telah diputarbalikkan ataupun dibengkokkan. Secara empirik catatan atau bukti sejarah boleh hilang, namun di alam kegaiban catatan sejarah nusantara ini tidak dapat dihapus. Dan inilah peran kemunculan beliau “Sabdo Palon Noyo Genggong” yaitu meluruskan apa yang salah di negeri ini. Jika secara kegaiban hal-hal yang salah dapat diluruskan, maka aura ini akan berpengaruh besar dalam kehidupan manusia di bumi. Tak salah kiranya kembali apa yang tertulis di dalam Uga Wangsit Siliwangi :
“Dengarkan! Jaman akan berganti lagi, tapi nanti, setelah Gunung Gede meletus, disusul oleh tujuh gunung. Ribut lagi seluruh bumi, Orang Sunda dipanggil-panggil, Orang Sunda memaafkan. Baik lagi semuanya. Negara bersatu kembali. Nusa jaya lagi, sebab berdiri ratu adil, ratu adil yang sejati.”
Akhir kata sebagai ungkapan penutup, kami ingin mengajak para netters untuk merenungkan kembali akan ungkapan Bung Karno yang menyatakan bahwa suatu saat Indonesia akan menjadi “Mercu Suar” dunia. Untuk itu pula terakhir kalinya kami ingin memberikan bahan perenungan dalam konteks ini kepada para netters tentang hadits Rasulullah SAW :
“Dari Abdullah bin Mas’ud r.a. dia berkata, ketika kami berada di sisi Rasulullah SAW tiba-tiba datang sekelompok anak-anak muda dari kalangan Bani Hasyim. Apabila terlihat akan mereka, maka kedua mata Rasulullah SAW berlinang air mata dan wajah beliau berubah. Aku pun bertanya, “Mengapakah kami melihat pada wajahmu sesuatu yang tidak kami sukai?” Beliau menjawab, “Kami ahlul bait telah Allah SWT pilih untuk kami akhirat lebih utama dari dunia. Kaum kerabatku akan menerima bencana dan penyingkiran sepeninggalku kelak sampai datangnya suatu kaum dari sebelah Timur yang membawa bersama mereka panji-panji berwarna hitam. Mereka meminta kebaikan tetapi tidak diberikannya. Maka mereka pun berjuang dan memperoleh kemenangan lalu diberikanlah apa yang mereka minta itu, tetapi mereka tidak menerimanya, hingga mereka menyerahkannya kepada seorang lelaki dari kaum kerabatku yang memenuhi bumi dengan keadilan. Sebagaimana bumi dipenuhi dengan kedurjanaan. Siapa diantara kamu yang sempat menemuinya maka datangilah mereka walaupun merangkak di atas salju. Sesungguhnya dia adalah Al Mahdi.” (riwayat Abu Daud, Al Hakim At Tarmidzi, Ibnu Majjah, lbnu Hibban, Abu Nu’aim, lbnu ‘Asakir, Ibnu‘Adli, Adh Dhahabi, Abu Asy Syeikh)

Kitab Musarar Jayabaya

Terjemahan bebas Ramalan Jayabaya Musarar.
Asmarandana :
  1. Kitab Musarar dibuat tatkala Prabu Jayabaya di Kediri yang gagah perkasa, Musuh takut dan takluk, tak ada yang berani.
  2. Beliau sakti sebab titisan Batara wisnu. Waktu itu Sang Prabu menjadi raja agung, pasukannya raja-raja.
  3. Terkisahkan bahwa Sang Prabu punya putra lelaki yang tampan. Sesudah dewasa dijadikan raja di Pagedongan. Sangat raharja negara-nya.
  4. Hal tersebut menggembirakan Sang Prabu. Waktu itu tersebutkan Sang Prabu akan mendapat tamu, seorang raja pandita dari Rum bernama, Sultan Maolana.
  5. Lengkapnya bernama Ngali Samsujen. Kedatangannya disambut sebaik-baiknya. Sebab tamu tersebut seorang raja pandita lain bangsa pantas dihormati.
  6. Setelah duduk Sultan Ngali Samsujen berkata: “Sang Prabu Jayabaya, perkenankan saya memberi petuah padamu menge.nai Kitab Musarar.
  7. Yang menyebutkan tinggal tiga kali lagi kemudian kerajaanmu akan diganti oleh orang lain”. Sang Prabu mendengarkan dengan sebaik-baiknya. Karena beliau telah mengerti kehendak Dewata.
  8. Sang Prabu segera menjadi murid sang Raja Pandita. Segala isi Kitab Musarar sudah diketahui semua. Beliaupun ingat tinggal menitis 3 kali.
  9. Kelak akan diletakkan dalam teken Sang Pandita yang ditinggal di Kakbah yang membawa Imam Supingi untuk menaikkan kutbah,
  10. Senjata ecis itu yang bernama Udharati. Dikelak kemudian hari ada Maolana masih cucu Rasul yang mengembara sampai ke P. Jawa membawa ecis tersebut. Kelak menjadi punden Tanah Jawa.
  11. Raja Pandita pamit dan musnah dari tempat duduk. Kemudian terkisahkan setelah satu bulan Sang Prabu memanggil putranya.
  12. Setelah sang putra datang lalu diajak ke gunung Padang. Ayah dan putra itu setelah datang lalu naik ke gunung.
  13. Di sana ada Ajar bernama Ajar Subrata. Menjemput Prabu Jayabaya seorang raja yang berincoknito termasuk titisan Batara Wisnu..
  14. Karenanya Sang Prabu sangat waspada, tahu sebelum kejadian mengenai raja-raja karena Sang Prabu menerima sasmita gaib.
  15. Bila Islam seperti Nabi. Prabu Jayabaya bercengkrama di gunung sudah lama. Bertemu dengan ki Ajar di gunung Padang. Yang bertapa brata sehingga apa yang dikehendaki terjadi.
  16. Tergopoh-gopoh menghormati. Setelah duduk ki Ajar memanggil seorang endang yang membawa sesaji. Berwarna-warni isinya. Tujuh warna-warni dan lengkap delapan dengarn endangnya.
  17. Jadah (ketan) setakir, bawang putih satu talam, kembang melati satu bungkus, darah sepitrah, kunir sarimpang, sebatang pohon kajar dan kembang mojar satu bungkus.
  18. Kedelapan endang seorang. Kemudian ki Ajar menghaturkan sembah : “Inilah hidangan kami untuk sang Prabu”. Sang Prabu waspada kemudian menarik senjata kerisnya.
  19. Ki Ajar ditikam mati. Demikian juga endangnya. Keris kemudian dimasukkan lagi. Cantrik-cantrik berlarian karena takut. Sedangkan raja putra kecewa melihat perbuatan ayahnya.
  20. Sang putra akan bertanya merasa takut. Kemudian merekapun pulang. Datang di kedaton Sang Prabu berbicara dengan putranya.
  21. Heh anakku. Kamu tahu ulah si Ajar yang saya bunuh. Sebab berdosa kepada guru saya Sultan Maolana Ngali Samsujen tatkala masih muda.
Sinom :
  1. Dia itu sudah diwejang (diberitahu) oleh guru mengenai kitab Musarar. Sama seperti saya. Namun dia menyalahi janji, musnah raja-raja di P. Jawa. Toh saya sudah diberitahu bahwa saya tinggal 3 kali lagi.
  2. Bila sudah menitis tiga kali kemudian ada jaman lagi bukan perbuatan saya. Sudah dikatakan oleh Maolana Ngali tidak mungkin berobah lagi. Diberi lambang Jaman Catur semune segara asat.
  3. Itulah Jenggala, Kediri, Singasari dan Ngurawan. Empat raja itu masih kekuasaan saya. Negaranya bahagia diatas bumi. Menghancurkan keburukan.
  4. Setelah 100 tahun musnah keempat kerajaan tersebut. Kemudian ada jaman lagi yang bukan milik saya, sebab saya sudah terpisah dengan saudara-saudara ditempat yang rahasia.
  5. Di dalam teken sang guru Maolana Ngali. Demikian harap diketahui oleh anak cucu bahwa akan ada jaman Anderpati yang bernama Kala-wisesa.
  6. Lambangnya: Sumilir naga kentir semune liman pepeka. Itu negara Pajajaran. Negara tersebut tanpa keadilan dan tata negara, Setelah seratus tahun kemudian musnah.
  7. Sebab berperang dengan saudara. Hasil bumi diberi pajak emas. Sebab saya mendapat hidangan Kunir sarimpang dari ki Ajar. Kemudian berganti jaman di Majapahit dengan rajanya Prabu Brawijaya.
  8. Demikian nama raja bergelar Sang Rajapati Dewanata. Alamnya disebut Anderpati, lamanya sepuluh windu (80 tahun). Hasil negara berupa picis (uang). Ternyata waktu itu dari hidangan ki Ajar.
  9. Hidangannya Jadah satu takir. Lambangnya waktu itu Sima galak semune curiga ketul. Kemudian berganti jaman lagi. Di Gelagahwangi dengan ibukota di Demak. Ada agama dengan pemimpinnya bergelar Diyati Kalawisaya.
  10. Enam puluh lima tahun kemudian musnah. Yang bertahta Ratu Adil serta wali dan pandita semuanya cinta. Pajak rakyat berupa uang. Temyata saya diberi hidangan bunga Melati oleh ki Ajar.
  11. Negara tersebut diberi lambang: Kekesahan durung kongsi kaselak kampuhe bedah. Kemudian berganti jaman Kalajangga. Beribukota Pajang dengan hukum seperti di Demak. Tidak diganti oleh anaknya. 36 tahun kemudian musnah.
  12. Negara ini diberi lambang: cangkrama putung watange. Orang di desa terkena pajak pakaian dan uang. Sebab ki Ajar dahulu memberi hidangan sebatang pohon kajar. Kemudian berganti jaman di Mataram. Kalasakti Prabu Anyakrakusuma.
  13. Dicintai pasukannya. Kuat angkatan perangnya dan kaya, disegani seluruh bangsa Jawa. Bahkan juga sebagai gantinya Ajar dan wali serta pandita, bersatu dalam diri Sang Prabu yang adil.
  14. Raja perkasa tetapi berbudi halus. Rakyat kena pajak reyal. Sebab waktu itu saya mendapat hidangan bawang putih dari ki Ajar. Rajanya diberi gelar: Sura Kalpa semune lintang sinipat.
  15. Kemudian berganti lagi dengan lambang: Kembang sempol Semune modin tanpa sreban. Raja yang keempat yang penghabisan diberi lambang Kalpa sru kanaka putung. Seratus tahun kemudian musnah sebab melawan sekutu. Kemudian ada nakhoda yang datang berdagang.
  16. Berdagang di tanah Jawa kemudian mendapat sejengkal tanah. Lama kelamaan ikut perang dan selalu menang, sehingga terpandang di pulau Jawa. Jaman sudah berganti meskipun masih keturunan Mataram. Negara bernama Nyakkrawati dan ibukota di Pajang.
  17. Raja berpasukan campur aduk. Disegani setanah Jawa. Yang memulai menjadi raja dengan gelar Layon keli semune satriya brangti. Kemudian berganti raja yang bergelar: semune kenya musoni. Tidak lama kemudian berganti.
  18. Nama rajanya Lung gadung rara nglikasi kemudian berganti gajah meta semune tengu lelaki. Enam puluh tahun menerima kutukan sehingga tenggelam negaranya dan hukum tidak karu-karuan. Waktu itu pajaknya rakyat adalah.
    Keterangan :
    Lung Gadung Rara Nglikasi : Raja yang penuh inisiatif dalam segala hal, namun memiliki kelemahan suka wanita (Soekarno). Gajah Meta Semune Tengu Lelaki : Raja yang disegani/ditakuti, namun nista (Soeharto).
  19. Uang anggris dan uwang. Sebab saya diberi hidangan darah sepitrah. Kemudian negara geger. Tanah tidak berkasiat, pemerintah rusak. Rakyat celaka. Bermacam-macam bencana yang tidak dapat ditolak.
  20. Negara rusak. Raja berpisah dengan rakyat. Bupati berdiri sendiri-sendiri. Kemudian berganti jaman Kutila. Rajanya Kara Murka. Lambangnya Panji loro semune Pajang Mataram.
    Keterangan :
    - Bupati berdiri sendiri-sendiri : Otonomi Daerah.
    - Jaman Kutila : Reformasi
    - Raja Kara Murka : Raja-raja yang saling balas dendam.
    - Panji Loro semune Pajang Mataram : Dua kekuatan pimpinan yang saling jegal ingin menjatuhkan (Gus Dur – Megawati ).
  21. Nakhoda ikut serta memerintah. Punya keberanian dan kaya. Sarjana tidak ada. Rakyat sengsara. Rumah hancur berantakan diterjang jalan besar. Kemudian diganti dengan lambang Rara ngangsu, randa loro nututi pijer tetukar.
    Keterangan :
    - Nakhoda : Orang asing.
    - Sarjana : Orang arif dan bijak.

    - Rara Ngangsu, Randa Loro Nututi Pijer Atetukar : Ratu yang selalu diikuti/diintai dua saudara wanita tua untuk menggantikannya (Megawati).
  22. Tidak berkesempatan menghias diri, sinjang kemben tan tinolih itu sebuah lambang yang menurut Seh Ngali Samsujen datangnya Kala Bendu. Di Semarang Tembayat itulah yang mengerti/memahami lambang tersebut.
    Keterangan :
    Tan Kober Apepaes Tan Tinolih Sinjang Kemben : Raja yang tidak sempat mengatur negara sebab adanya masalah-masalah yang merepotkan (SBY/Kalla).
  23. Pajak rakyat banyak sekali macamnya. Semakin naik. Panen tidak membuat kenyang. Hasilnya berkurang. orang jahat makin menjadi-jadi Orang besar hatinya jail. Makin hari makin bertambah kesengsaraan negara.
  24. Hukum dan pengadilan negara tidak berguna. Perintah berganti-ganti. Keadilan tidak ada. Yang benar dianggap salah. Yang jahat dianggap benar. Setan menyamar sebagai wahyu. Banyak orang melupakan Tuhan dan orang tua.
  25. Wanita hilang kehormatannya. Sebab saya diberi hidangan Endang seorang oleh ki Ajar. Mulai perang tidak berakhir. Kemudian ada tanda negara pecah.
  26. Banyak hal-hal yang luar biasa. Hujan salah waktu. Banyak gempa dan gerhana. Nyawa tidak berharga. Tanah Jawa berantakan. Kemudian raja Kara Murka Kutila musnah.
  27. Kemudian kelak akan datang Tunjung putih semune Pudak kasungsang. Lahir di bumi Mekah. Menjadi raja di dunia, bergelar Ratu Amisan, redalah kesengsaraan di bumi, nakhoda ikut ke dalam persidangan.
    Keterangan :
    - Tunjung Putih semune Pudak Kesungsang : Raja berhati putih namun masih tersembunyi (Satriya Piningit).
    - Lahir di bumi Mekah : Orang Islam yang sangat bertauhid.
  28. Raja keturunan waliyullah. Berkedaton dua di Mekah dan Tanah Jawa. Letaknya dekat dengan gunung Perahu, sebelah barat tempuran. Dicintai pasukannya. Memang raja yang terkenal sedunia.
    Keterangan :
    - Berkedaton dua di Mekah dan Tanah Jawa : Orang Islam yang sangat menghormati leluhurnya dan menyatu dengan ajaran tradisi Jawa (kawruh Jawa).
  29. Waktu itulah ada keadilan. Rakyat pajaknya dinar sebab saya diberi hidangan bunga seruni oleh ki Ajar. Waktu itu pemerintahan raja baik sekali. Orangnya tampan senyumnya manis sekali.
Dandanggula :
  1. Benar-benar raharja waktu itu tidak ada yang menghalang-halangi. Rakyat yang dikenakan pajak seribu dikurangi oleh sang Prabu tinggal seratus dinar. Dihitung 1.800 rajanya musnah.
  2. Hilang rusak bersama kedatonnya. Pulau Jawapun rusak peraturan tidak karu-karuan. Para pegawai serta luar negeri tidak akur. Kemudian Tuhan menobatkan Sang Ratu Asmarakingkin tampan dan masih muda.
  3. Kembalilah kewibawaan raja. Pasukan setia semuanya. Suka diperintah. Kedatonnya di Kediri yang satu dan lainnya di negeri Arab. Kerta raharja keadaan negaranya. Waktu itu dihitung telah 1.900 dan negara itupun pecah.
  4. Sudah menjadi kehendak Tuhan. Datanglah raja Prenggi dengan pasukannya. Kekuatannya luar biasa sehingga raja kalah. Tanah Jawa tunduk dan raja Prenggi menjadi raja di tanah Jawa. Sangat kejam tindakannya.
  5. Waktu raja Rum dihadap oleh mantri bupati berkata kepada patihnya: “Heh patih, saya mendengar bahwa tanah Jawa rajanya musnah kalah perang dengan raja Prenggi, tidak ada yang dapat menghalangi.
  6. Maka dari itu Patih berangkatlah dengan pasukan secukupnya. Usirlah raja Prenggi. Kalau tidak dapat jangan kamu kembali. Kemudian ki Patih berangkat bersama pasukan Rum datang di tanah Jawa mengusir raja Prenggi yang musnah dengan seluruh bala tentaranya. seorang oleh ki Ajar. Terhitung tahun 1770. Mulai perang tidak
  7. Rakyat kecil gembira hatinya. Tidak ada yang sengsara. Murah segalanya. Yang ditanam subur. Jaman itu dinamakan: gandrung-gandrung neng lurung andulu gelung kekendon lukar kawratan, keris parung dolen tukokna campur bawur mring pasar.
  8. Sudah 2.000 tahun. Angkasa sepi tidak terlihat apapun juga. Sudah hampir tiba waktunya kiamat. Jarang hujan, angin topan yang kerap kali datang. Bagaikan menimpa bumi dari selatan timur datangnya menghancurkan gunung-gunung.