Mengenai Saya

Foto saya
Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
Just Human

Total Tayangan Halaman

Minggu, 27 Maret 2011

Terserah Engkau

Duhai Pemilik Segala sesuatu,
BagiMu kutancapkan kening kebanggaanku pada
rendahnya tanah,
telah kuamankan sedapat mungkin maniku,
kuselamat-selamatkan pula Islamku
kini dengan segala milikMu ini
kuserahkan kepadaMu Ya Allah, maka terimalah.



Duhai Pemilik Segala Nikmat,
Kepala bergengsi yang terhormat ini
dengan kedua
mata yang mampu menangkap
gerak-gerik dunia,
kedua telinga
yang dapat menyadap kersik-kersik
berita,
hidung yang bisa mencium wangi parfum
hingga borok manusia,
mulut yang sanggup menyulap
kebohongan jadi kebenaran
seperti yang lain hanyalah
sepersekian percik tetes anugrahMu.



Duhai Yang Maha Perkasa
Alangkah amat mudahnya Engkau melumatnya,
sekali Engkau lumat,

terbanglah cerdikku,
terbanglah gengsiku
terbanglah kehormatanku,
terbanglah kegagahanku,
terbanglah kebanggaanku,
terbanglah mimpiku,
terbanglah hidupku.

Duhai Pemilik Ruang Gerak dan Waktu,

jika semua terbang, maka terbanglah,
sekarangpun aku pasrah,
asal menuju haribaan rahmatMu.

Hakikat Sujud

Bagaimana kau hendak bersujud pasrah
sedang wajahmu yang bersih sumringah
keningmu yang mulia
dan indah begitu pongah
minta sajadah
agar tak menyentuh tanah.

Apakah kau melihatnya
seperti iblis saat menolak menyembah bapakmu
dengan congkak,
tanah hanya patut diinjak,
tempat kencing dan berak
membuang ludah dan dahak
atau paling jauh hanya jadi lahan
pemanjaan nafsu
serakah dan tamak.

Apakah kau lupa
bahwa tanah adalah bapak
dari mana ibumu dilahirkan,
tanah adalah ibu yang menyusuimu
dan memberi makan
tanah adalah kawan yang memelukmu
dalam kesendirian
dalam perjalanan panjang
menuju keabadian.

Singkirkan saja
sajadah mahalmu
ratakan keningmu,
ratakan heningmu,
tanahkan wajahmu,
pasrahkan jiwamu,
biarlah rahmat agung
Allah membelai
dan terbanglah kekasih

Tentang Kemarin (Masa lalu), Sekarang (Kini), dan Esok (masa depan)

Engkau hari ini adalah murid dari masa lalumu. Jika engkau menghormatinya, dan berlaku setia kepada petunjuknya, maka hari ini-mu akan menjadi masa lalu yang memuliakanmu di masa depan. Maka mengapakah engkau masih berkeras-kepala mengulangi cara-caramu yang terbukti hanya menggelisahkan jiwa baikmu yang marah kepada ketidak-tegasanmu sendiri? Kemarin dan masa lalu adalah ilmu, gunakan segera sekarang, dan lihat apa yang terjadi esok hari

Sabtu, 19 Maret 2011

Jalaluddin Rumi bicara tentang Cinta

Suatu malam kutanya cinta: “Katakan, siapa sesungguhnya dirimu?”

Katanya: “Aku ini kehidupan abadi, aku memperbanyak kehidupan indah itu.”

Kataku: Duhai yang di luar tempat, di manakah rumahmu?”

Katanya: “Aku ini bersama api hati dan di luar mata yang besar. Aku ini tukang cat, karena akulah setiap pipi berubah jadi warna kuning. Akulah utusan yang ringan kaki, sedangkan pecinta adalah kuda kudusku.
Akulah merah padamnya bunga tulip, Akulah manisnya meratap, penyibak segala yang tertabiri…”

Lewat cintalah semua yang tembaga akan jadi emas.

Lewat cintalah semua yang endapan akan jadi anggur murni.

Lewat cintalah semua kesedihan akan jadi obat.

Lewat cintalah si mati akan jadi hidup.

Lewat cintalah raja akan jadi budak.

Kamis, 03 Maret 2011

Kehendak Bebas Manusia

Tiada unsur kebetulan dalam dunia ini. Setiap peristiwa dalam semesta raya ini, sekecil apapun terjadi atas skenario-Nya. Lalu di mana letak “kehendak bebas” manusia? Manusia memiliki ikhtiar penuh untuk menentukan pilihannya yang kelak menjadi embrio munculnya akibat-akibat yang terkait dengan dirinya, dengan kata lain menentukan nasibnya. Lalu apa makna “kehendak bebas” manusia jika semua peristiwa termasuk nasib berada dalam kerangka skenario-Nya?
Skenario-Nya adalah Hukum Universal yang menjadi bingkai setiap maujud. Inilah kehendak-Nya yang menundukkan segala sesuatu. Seperti pembahsan saya dalam Every Human could be Perfect (1, 2, 3) beberapa waktu yang lalu, bahwa Hukum Universal adalah dinamisasi setiap keberadaan. Segala maujud bersandar atau bergantung kepada hukum ini. Maujud satu memiliki relasi kebergantungan kepada maujud yang lain untuk keberlangsungan eksistensinya. Seperti keberadaan seorang laki-laki dan seorang perempuan, ini bisa disebut sebagai salah satu sebab regenerasi manusia, namun bukan satu-satunya sebab. Bertemunya sperma dan sel telur adalah satu sebab keberadaan janin. Sebab lainnya, misalnya rahim dan ovum yang sehat, sperma yang sehat. Untuk eksistensi sperma, sel telur, rahim yang sehat dan sebagainya dibutuhkan pula nutrisi cukup yang menjadi sebab lain yang tidak bisa ditolak. Dan seterusnya dan seterusnya. Relasi niscaya sebab-akibat inilah hukum universal.
Kemudian, apa signifikansi “kehendak bebas” bagi manusia? Kehendak bebas manusia adalah mewujudkan potensinya menjadi aktual. Kehendak bebas manusia dapat direduksi untuk dianalogikan, seperti reaktor nuklir. Nuklir juga merupakan sebuah potensi, ketika reaktornya mengubahnya menjadi bahan dasar listrik, maka aktusnya adalah “cahaya” bumi; ia akan sangat membantu bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak ranah kehidupan yang “ditolong” olehnya; bidang kedokteran, bidang sosial keasyarakatan, dsb. Singkatnya, dari uranium kemudian menjadi nuklir sangat mungkin untuk mencerdaskan setiap individu dalam masyarakat. Semakin cerdas seseorang, semakin tepat dia mengambil keputusan. Ini adalah berkah kemanusiaan untuk sebuah peradaban manusiawi.
Namun berkah kemanusiaan itu bisa menjadi petaka semesta raya, jika reaktor nuklir mengubah nuklir menjadi senjata pemusnah massal. Seperti bom atom yang pernah diledakkan di Hirosima dan Nagasaki pada tahun 1949. Kendati demikian, manusia masih juga disadarkan oleh hukum universal; ketika ia berusaha menyempal dari hukum universal yang pasti menyebabkan kerusakan dalam skala kecil maupun besar, maka hukum universal memiliki logikanya sendiri untuk memperbaiki semesta raya yang “rusak” akibat kenakalan manusia. Perbaikan ini menjadi sangat menyakitkan bagi umat manusia dan setiap mahluk. Seperti banjir, erosi, badai sunami, gempa bumi dsb, peristiwa ini adalah cara hukum universal memperbaiki alam semesta.
“Kehendak bebas” manusia adalah ikhtiar maksimal dalam bingkai hukum universal dengan mengaktualkan segala potensi yang dimiliki, “mengumpulkan” sebab-sebab yang niscaya menghantarkannya (mengakibatkan dirinya bisa) mencapai kesempurnaan sebagai maujud. Karena manusia tidak bisa menyempal dari hukum ini, seperti setiap benda yang memiliki berat jenis dan berada dalam naungan atmosfer pasti tunduk kepada hukum gravitasi bumi. Ketika manusia berusaha menyempal dari hukum ini, maka upayanya sia-sia.
Bijaknya, bukan berusaha keluar dari jaringan kausalitas (karena mustahil), tapi menjadi manusia yang sempurnanya ketika menyadari bahwa hukum universal adalah sandarannya, bukan penjaranya. Seperti bayi yang aman dan nyaman dalam bingkai tali pusat dan rahim Sang ibu, seperti itu pula hubungan hukum universal dengan semesta raya, harmonis, tidak dikotomis.

Kisah Bahlul dan Saudagar


Pada suatu hari, bahlul sedang berdoa dengan khusyu. Seorang saudagar kaya mengamatinya dan tersentuh karena kekhusyuan dan ketulusan bahlul itu. Kepada bahlul itu, ia menawarkan sekantung penuh uang, “Aku tahu kau akan menggunakan uang ini di jalan Tuhan. Ambillah uang ini.”
“Sebentar,” jawab sang Bahlul, “aku tak yakin apakah aku berhak untuk mengambil uangmu. Apakah kau orang kaya? Apakah kau punya uang lebih di rumahmu?” “Oh, iya. Setidaknya aku punya seribu keping emas di rumahku,” saudagar itu mengakui dengan bangga.
“Apa kau ingin punya seribu keping emas lagi?” bahlul bertanya. “Tentu saja. Setiap hari aku bekerja keras untuk mendapatkan lebih banyak lagi uang.”
“Dan setelah itu, apa kau ingin punya lebih banyak lagi ribuan keping emas?”
“Pasti. Setiap hari, aku berdoa agar aku dapat menghasilkan lebih banyak uang untukku.”
Bahlul lalu menyerahkan sekantung keping emas kembali kepada saudagar. “Maaf, aku tak dapat mengambil emasmu,” jawab bahlul , “seorang yang kaya tak berhak untuk mengambil uang dari seorang pengemis.”
“Bagaimana kau ini? Enak saja kau sebut dirimu orang kaya dan kau panggil aku pengemis!” saudagar itumarah-marah.
Sang Bahlul menjawab, “Aku adalah orang kaya karena aku puas dengan apa saja yang Tuhan berikan kepadaku. Sementara kau adalah pengemis, karena tidak peduli berapa banyak yang kau miliki, kau selalu tidak puas, dan selalu meminta lebih kepada Tuhan.”

Masjid Bahlul

Waktu itu, masyarakat di sebuah kampung dimana si Bahlul tinggal membangun sebuah masjid.
Suatu saat, si Bahlul berjalan-jalan dan melihat mereka sibuk membangun masjid tersebut. Melihat kesibukan yang mereka lakukan, si Bahlul bertanya kepada mereka; “Apakah gerangan yang kalian lakukan?”
Mereka menjawab: “Kami sedang membangun masjid”.
Si Bahlul kembali bertanya: “Untuk apa?”
Mereka menjawab: “Untuk mendapat ridho Tuhan”.
Mendengar hal tersebut, lantas si Bahlul pergi meninggalkan tempat itu, beranjak menuju rumahnya.
Diam-diam, di rumahnya, si Bahlul menyiapkan papan (plang) besar yang bertuliskan; “Masjid Bahlul”. Lantas pada malam harinya, si Bahlul dengan sembunyi-sembunyi memasang plang besar tersebut di depan masjid yang telah masyarakat bangun tadi.
Keesokan harinya, setelah melihat plang “Masjid Bahlul” sudah terpampang di depan masjid, para masyarakat yang seharian telah sibuk dan bersusah payah membangun masjid tersebut menjadi geram. Kemudian, mereka berbondong-bondong mencari si Bahlul untuk memberi pelajaran kepadanya. Setelah mereka menjumpai si Bahlul yang sedang asyik ngopi dan ngerokok di warung pojok kampung, segera mereka menyeretnya dan memukulinya ramai-ramai sambil mengatakan; “Kenapa engkau tidak menghargai hasil jerih payah orang lain, lantas dengan seenaknya menaruh namamu di depan masjid itu…!?”
Si Bahlul menjawab dengan tenang: “Bukankah kalian telah menyatakan bahwa kalian bangun masjid itu untuk (keridhoan) Tuhan? Kalaupun masyarakat salah dalam menyangka akan jerih payah kalian akibat terpampangnya plang itu, tetapi bukankah Tuhan tidak akan pernah salah dalam sangkaan-Nya bahwa kalianlah yang punya jerih payah pembangunan masjid itu?”