Mengenai Saya

Foto saya
Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
Just Human

Total Tayangan Halaman

Minggu, 06 Februari 2011

Mengenal Diri dan Mengenal Tuhan

Telah dikatakan bahwa mengenal diri sendiri adalah muqadimah mengenal tuhan, dan yang di bahas di sini adalah apa itu Ma’rifat Nafs (diri) dan pengenalan terhadap Tuhan…?.

Sebagian tokoh tokoh besar mengatakan: "Ma’rifat nafs adalah ma’rifat hudhuri dan syuhudi. Masalah ini akan terselesaikan oleh burhan illiat. Kata-kata ini tentunya benar pada tempatnya, akan tetapi pembuktian dengan cara dalil akal ini bukanlah jalan irfan".
 
Sebagian lagi mengatakan; secara falsafi dan menta’birkan dengan cara yang lain, kelompok ini berpendapat dengan memetik maksud dari hadis ( man arafa nafsah arafa rabbah = siapa yang mengenal dirinya akan mengenal tuhannya) adalah pensejajaran yang menghasilkan tasawwur keberadaan wujud manusia, nafs sendiri adalah wahdat kastir,
Mulla Sabzawari berkata : Annafs fi wahdatiha kullu lquwa (nafs dalam wahdahnya merupakan keseluruhan kekuatan) , ruh manusia mitsali , hakikat wujud dengan i’tibar kathir dan dengan i’tibar wahid, dengan takbir falsafi, wahdat (keesaan) pada katsrat (banyak) dan kastrat pada wahdat, nafs bisa di katakan sama dengan wujud, para fhilosof berkeyakinan kalau manusia bisa menyadari makna ini; maka dia akan mengenal hakikat wujud, dan tentunya kepercayaan dan i’tiqad ini sepenuhnya benar, walaupun dengan cara falsafah dan istidlal akal bersamaan.
 
Pada hakikat keberadaan ma’rifat dan syuhud, keberadaan irfani dan ma’rifat bukan pekerjaan akal akan tetapi perkerjaan hati manusia.
Pada hadits: man arafa nafsah arafa rabbah, dalam hadist ini terdapat kalimat ma’rifat ( arafa), dan bukan kalimat ta’akkul , yaitu manusia untuk sampai kepada marhalah syuhud tidak membutuhkan muqaddamat falsafah, ini adalah penerima aini (Ing: itself) dan syuhudi, manusia dapat mengambil banyak manfaat dari bermacam-macam alam yang berada dalam wujud manusia, dari alam material, dari alam nafs, akal, hati, dan manusia terhadap semua alam-alam ini mempunyai dark syuhudi, pada nafs itu sendiri ia mempunyai dark hudzuri dan ketika itu ia akan menerima kulliat.
Manusia yang menggunakan wasilah atau alat yang berupa hati maka pada beberapa tempat ia akan dapat menerima sesuatu yang melebihi materi dan tabiat, ini semua bermakna bahwa Syuhudi dan Aini tidak memerlukan perantara seperti Istidlal dan Mafahim.

Mereka mempunyai hati akan tetapi tidak (untuk) memahami mereka mempunyai mata akan tetapi tidak melihat mereka mempunyai telinga akan tetapi tidak mendengar mereka bagaikan hewan”.

Dari ayat ini kita mengambil kesimpulan bahwa adanya tolak ukur dan keistimewaan manusia dari binatang dan tanpa keistimewaan-keistimewaan ini manusia tidak lebih dari hewan bahkan lebih buruk, salah satu dari keistimewaan itu manusia memiliki hati yang akan membimbing kita menuju lautan wujud dan hakikat, dan mata yang melihat ma’nawi dan telinga yang mendengar panggilan-panggilan hak, tanpa hal ini manusia sama dengan hewan-hewan yang menuju lapangan rumput untuk makan dan berkembang biak.
Hati (Qalb) adalah tingkat yang sangat agung sekali, satu-satunya maujud yang mampu menyadari dan merasakan alam-alam yang tanpa batas dan menemukan hal ini adalah manusia: Dalam hal ini terdapat banyak cerita-cerita menarik:
Sheikh Hasan menceritakan hal ini ketika ia berada di Najaf , ia bercerita : pada hari kesepuluh Asyuro terdapat satu majlis yang sedang mengadakan peringatan musibah Imam Husein (as), dan seperti biasa kepada siapapun yang dating, akan diberikan satu roti untuk sarapan, 
ketika itu Syeikh Hasan menerima roti tersebut kemudian mendekat kan roti tersebut ke hidungnya dan membauinya kemudian meletakkannya di tanah, sohib majlis (yang mengadakan majlis) yang telah melihat kejadian ini merasa risuh dan bingung, dan kemudian menanyakan sebab dari perbuatannya tadi, ia berkata: “Roti ini telah kita buat sendiri, tidak ada mushkilah pada roti ini, akan tetapi Sheykh Hasan tidak mengatakan sepatah katapun.
Pemilik majlis untuk mengetahui sebab dari kelakuan Syeikh Hasan tadi memaksanya untuk memberi tahu tentang apa alasan dari perbuatannya tadi, kemudian Syeikh Hasan berkata: “Roti itu telah di buat oleh seorang wanita yang sedang mengalami bulanannya (haid)”, pemilik rumah dengan heran bertanya:”Bagaimana anda bisa tahu bahwa roti itu telah di masak oleh seorang wanita yang mengalami bulanannya?”. Syeikh Hasan menjawab:”Dengan membauinya aku mengetahui hal tersebut”. Setelah di periksa dan di selidiki ternyata apa yang telah di katakan oleh Syeikh Hasan berupa kenyataan.
Pada riwayat lain, Nabi berkata kepada Abu Dzar: “ Wahai Aba Dzar Allah (swt) tidak melihat wajah atau hartamu akan tetapi ia melihat hatimu”.

Pada riwayat yang lain di katakannya : “Sesugguhnya Allah Swt pada setiap harinya melihat hati mu’min sebanyak tiga ratus enam puluh kali”.

Dalam riwayat dikatakan bahwa Nabi Saw bersabda : “(Nabi) Syuaib menangis hingga buta karna cintanya terhadap Allah Swt , kemudian Allah swt mengembalikan pengelihatan Syuaib as akan tetapi beliau terus menangis hingga buta kembali hal ini terjadi dan terulang selama 4 kali dan pada kali yang ke 4 Allah Swt berfirman kepada Syuaib as : “Sampai kapan engkau ingin melakukan hal ini, jikalau tangisanmu ini di karenakan aku oleh api neraka maka aku akan menyelamatkanmu dan jikalau tangisanmu di karnakan keinginnanmu terhadap syurga maka aku akan benarkan syurga bagimu”,
(Nabi) Syuaib as berkata: “Wahai Tuhanku Engkau mengetahui tangisanku bukan di karenakan takut oleh api nerakaMu dan bukan karena menginginkan syurgaMu akan tetapi di karnakan cintaMu telah menyentuh hatiku. Aku tidak sabar dan hanya ada satu jalan yang tersisa yaitu menjumpaiMu” 
.
Dari riwayat ini kita bias mengambil kesimpulan bahwa akhir dari kerja hati manusia adalah Syuhud dan Ru’yat Allah Swt.

Ma’rifat Haq adalah tujuan para nabi.
Ma’rifat nafs bersandarkan tiga hal yaitu:
  1. Mengenal kekuatan dalam (daruni).
  2. Mengenal maqom kekutan tersebut.
  3. Mengaktifkan kekuatan batin.
Tiga hal ini adalah sesuatu yang bersangkut paut satu dengan lainnya, satu sama lainnya meninggalkan atsar (kesan) , akal, nafs dan hati adalah tiga hal yang saling berberhubungan, dan saling memberi atsar terhadap satu dan yang lainnya.Falsafah, irfan dan akhlak adalah tiga ilmu yang membahas tentang akal, nafs dan hati manusia, dan sebagian masalah dari tiga ilmu ini adalah satu sama lainnya mempengaruhi.

Tujuan dari pengiriman para nabi dan rasul adalah menyampaikan manusia kepada tujuannya seperti yang telah di bahas pada penciptaan. Lupa atau ghiflat akan diri sendiri sama dengan lupa dan ghiflat akan Tuhan, sebagai mana syuhud nafs sama dengan syuhud Rab, ketika akal lupa maka mendengar tidak akan menghasilkan apapun, dan seringnya ghiflat akan menghilangkan pengelihatan. Ghiflat juga bisa di ta’kir kan sebagai mabuk.
Mabuk ghiflat dan ghurur (sombong) lebih buruk dari mabuk meminum khamer.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar